Aku kedinginan, menunggumu di sini,
dengan harapan-harapan yang terus kupupuk dengan gigih,
meski aku tahu: tak satu pun tumbuh menjadi nyata.
Di bawah pohon-pohon harapan, aku termangu.
Diam.
Sadar, harapanku tak kunjung berbuah.
Percakapan jam tiga pagi itu…
hanyalah angan-angan orang mabuk—
palsu dan sia-sia,
cuma buang-buang waktu.
Di tengah malam yang gulita,
aku mencari seberkas cahaya
yang bisa menuntunku pulang—kembali pada diriku sendiri.
Namun cahaya itu tak pernah kutemui.
Aku tetap di sini,
sendirian,
merenungi sisa-sisa percakapan kita
yang ternyata hanya aku yang perjuangkan.
Yang ternyata terlalu kupaksakan seorang diri.
Aku menangis,
tapi tak lagi bersuara.
Sudah habis tenagaku untuk mengeluh.
Sampai satu waktu,
aku merasa air mataku pun telah mengering.
Dan di sisi lain,
ingin rasanya aku robek hatiku—
bagian yang masih menyisakan perih yang tak kunjung usai.
Sementara kau…
melenggang pergi, angkuh,
seolah tak pernah butuh,
padahal dulu berkali-kali mengucap terima kasih
karena telah hadir di hidupmu yang kelam.
Pecundang.
Sialan.
Kaulah yang kuberikan cahaya,
dan kau tinggalkan aku dalam gelap yang tak berujung.
Kupikir kita sudah cukup saling mengenal
untuk saling jujur satu sama lain.
Ternyata,
kaulah penipu itu.
Kaulah penjahatnya.
Dan sekali lagi,
kau menyakitiku.
Pecundang—yang justru membuatku merindukanmu
di tengah malam-malam sepi.
Pecundang—yang pernah kuanggap sempurna,
padahal bahkan menyelamatkan dirinya sendiri pun tak bisa.
Tangisku jam tiga pagi,
sakit di tubuhku yang menetap berhari-hari,
semuanya tak cukup untuk mengobati luka
yang kau torehkan begitu dalam.
Kini, wangimu telah pergi.
Atau mungkin,
memang dari awal kau hanya imaji—
tak pernah sungguh nyata.
Bukan,
kau bukan sosok yang kucari.
Bukan kau yang aku harap.
Lelakiku yang baik,
sederhana,
cerdas,
penyayang,
dan kesepian itu—
ternyata bukan kamu.
Itu bukan kamu.
Itu…
bukan kamu lagi.
Dan kini aku bertanya,
apa yang harus kulakukan
untuk tetap hidup dalam tubuh ini,
sementara aku merasa
sudah mati…
dalam hatiku sendiri?
0 comments:
Posting Komentar