Malam
itu cuaca tak begitu cerah. Bintang dan bulan tertelan langit hitam. Udara
dingin menusuk masuk. Gerimis turun malu-malu. Kesenduan malam ini cukup
mewakilkan keperihan hati sebagian umat muslim dikota binjai. Pasalnya malam
ini gaza akan dikepung tentara israel.
Lain
halnya dengan zahra yang termenung pilu dibalkon rumahnya. Menatap sayu kearah
langit sepi. Semenit. Dua menit. Tiga menit. Dan kini ia menangis. “bintang tak
mau lagi keluar dia telah membenciku” gumam zahra.
Sejenak
terputar lagi diingatan zahra pertemuan tidak sengaja antara ia dan furqan di
apotek satu jam yang lalu.
Zahra
berjalan tergesa-gesa menuju apotek yang
tidak terlalu jauh dari rumah tempat ia tinggal.ini ketiga kalinya zahra
kembali lagi ketempat ini. “kenapa sih mereka senang sekali membuatku susah?”
gumam zahra sambil terbayang perlakuan tuonya kepadanya. Air mata bening menetes perlahan-lahan dari
matanya, zahra berjalan sambil tertunduk menyembunyikan tangisannya dibalik
rambut hitam panjangnya. Sesampainya di apotek zahra kembali mencoba menata
senyumnya. Setelah memesan obat yang diperlukannya dengan segera zahra berjalan
keluar dari apotek kecil itu.
Saat asyik
memeriksa obat-obatan yang ia beli sambil berjalan, seseorang menabraknya dari
arah depan. Sampai obat-obatan yang ia beli terjatuh dari tangannya.“maaf
mbak.., saya nggak sengaja” ucap lelaki itu sembari memunguti obat-obatan yang
sempat terjatuh. Suara itu ternyata tidak asing bagi zahra, zahra melihat
kearah lelaki yang sedang berjongkok memunguti obat-obatan itu. Postur tubuh itu
juga tidak asing baginya. Zahra tertegun
sejenak. Mungkinkah? Gumamnya.
Lelaki itu kini
berdiri dihadapannya, Furqan bisik
zahra. Zahra langung menyerobot obat-obatan dari tangan lelaki itu, dan berlari
sekuat tenaga.
Sepanjang
perjalanan zahra terus bertanya-tanya apakah furqan mengenalinya tanpa jilbab
yang biasa dikenakannya di sekolah. Aku
harap furqan tak mengenaliku. Pasti dia mengenaliku. jika sampai furqan tahu
kalau aku tidak berjilbab pasti ia tak akan dekat denganku lagi, dia pasti akan
membenciku. Mengapa tadi aku berlari. Dia tak akan mau bicara lagi denganku.
Dia pasti jijik pada ku.kemungkinan-kemungkinan dan penyesalan terus memenuhi pikiran zahra.
Jam telah
menunjukkan pukul 23.00 suara deru mesin kendaraan telah menyepi, jalan-jalan
kini tinggal dihiasi oleh sepeda motor dan mobil sedan yang sesekali lewat. zahra masih termenung pilu di balkon kamarnya.
Semakin pilu bersama diputarnya lagu galau dari salah satu Band ternama
indonesia dari warnet 24 jam yang kebetulan dekat dengan kediaman zahra.
Setelah lelah
menangisi kejadian itu. Zahra masuk kembali kekamarnya. Ia sadar bagaimanapun
besok dia harus kembali sekolah seperti biasa.
Untuk pertama
kalinya pagi ini. Zahra merasa tidak semangat untuk berangkat kesekolah. Begitu tidak semangatnya ia hampir
membakar rumah tuonnya pagi ini.
Beruntung tuonya melihat keteledoran
yang telah ia buat. Walaupun pada akhirnya zahra kena repetan juga oleh tuonya.
Jam 07.20 zahra
telah sampai kesekolahnya. Kawasan sekolah telah ramai. Zahra masuk ke kelas
X-4. Suasana kelas begitu riuh. Namun setelah kehadirannya dikelas suasana yang
riuh tadi seketika berubah sunyi. Zahra mulai merasa aneh dengan keadaan
kelasnya. Di bagian belakang ada aisyiah dengan gengnya menatap kearah zahra
dengan pandangan tidak bersahabat. Zahra mengalihkan pandangannya ke arah
bangkunya ia melihat bangkunya begitu kotor, seperti ada lumpur yang sengaja
diletakkan disekitarnya juga banyak sampah plastik dan kertas. Melihat keadaan
itu zahra langsung bertanya “siapa yang mengotori bangkuku?”sembari melirik
kearah aisyiah dan gengnya.
“kenapa, kau menuduhku?” jawab aisyiyah menantang.
“kalian jahat
ya?” ucapku sembari membersihkan bangkuku dengan lap.
“halah...cocok
lagi sama kau...sama-sama kotor” ucapnya sembari tersenyum mengejek.
“apa maksudmu?
Tanyaku
“alah nggak usah
pura-pura nggak tahu deh kami semua udah tahu kok, kemunafikan mu itu!
“maksudnya apa
sih? Tanyaku tak mengerti
“ini...!” sambil
menunjukkan handphonenya. “Ini foto kamu keliaran malam-malam nggak pakai
jilbab!” Jelasnya. “munafik...munafik...munafik...” ucapnya keras-keras. Hingga
teman-temannya yang lain ikut menghujat. zahra melirik kearah teman dekatnya
Nisa. Dia hanya diam saja dan kemudian mengalihkan pandangannya kearah lain.
Zahra berlari keluar kelas, satu-satunya tempat yang bisa ditujunya sekarang
hanya mushalla sekolah.
Zahra menangis
tersedu-sedu di mushalla yang kebetulan masih sepi. Setega itukah bintangku?
Zahra membatin. Memori beberapa bulan yang lalu kembali terputar di ingatannya.
Saat itu
anak-anak kelas memusuhinya karena masalah pelajaran, mereka menganggap zahra
terlalu jujur dan nilainya selalu bagus saat ujian, hingga zahra memperoleh
peringkat dua dikelas. hampir serupa dengan peristiwa yang baru terjadi,
teman-teman sekelasnya mengerjai habis-habisan. Saat itu kak Furqan selaku
ketua Rohis datang membelannya. Sejak saat itu teman-temannya tak berani lagi
melakukan perbuatan yang menyakitinya. Dan semenjak itu Zahra menobatkan Furqan
sebagai bintang baginya.
Zahra mulai
mengenal ilmu agama lebih dalam semenjak furqan hadir dalam hidupnya, hidupnya
serasa lebih terang dan tenang. Semua masalah dirumah dan disekolah menjadi
lebih ringan. Pantas saja zahra menamainya bintang.
Beberapa minggu
telah berlalu. Diasingkan dikelas sudah biasa bagi zahra. Masa-masa sulit zahra
hampir berlalu. Sementara diorganisasi ia sudah tak aktif lagi. Ia merasa malu
untuk kembali. Sementara Furqan akan menamatkan sekolahnya beberapa minggu
lagi.
Hari ini adalah
jadwal perpisahan dengan kakak kelas. Walaupun jauh dilubuk hatinya zahra
merindukan Furqan. Zahra memutuskan untuk tidak menghadirinya.
Keesokan hari
seperti biasa zahra berangkat kesekolah. Walaupun cuaca pagi ini cerah namun
ruang kelas masih sepi. Ia meletakkan tasnya kedalam laci mejanya. Amplop
berwarna biru muda terselip disela-sela laci yang sempit. Untuk bulan. Dari bintangmu. Begitu yang tertulis di depan amplop.
Cepat-cepat kubuka isi amplop tersebut. Sehelai kertas dengan hiasan bulan dan
bintang berwarna merah muda.
Assalamualaikum zahra
Mungkin saat ini kau bingung, bagaimana aku tahu tentang
bintang itu. Aku hanya ingin kau mengetahuinya disaat yang tepat.
Aku sudah mengetahuinya sejak lama, waktu itu aku tidak
sengaja membaca diarymu yang tertinggal di tempat akhwat, hari itu kakak ada
mentoring jadi waktu nyari remote kipas ke tempat akhwat ada buku tergeletak
diantara tempat akhwat dan ikhwan, karena mau cari tahu siapa yang punya kakak
buka deh.
Kakak ngerasa kamu ngindarin kakak semenjak kejadian di
apotek itu, tapi demi tuhan bukan kakak yang nyebarin itu. Awalnya kakak kecewa
banget sama kamu. tapi setelah kakak pikir-pikir lagi semua orang juga pernah
buat kesalahan. Lagian kamu tetap orang pertama kok yang ngajarin arti
kejujuran sama kakak.
Masalah mentoring kamu dirohis ini yang buat kakak kecewa banget
sama kamu. kenapa kamu ngga pernah lagi kelihatan di mushalla.
Kakak pengen ngomong sama kamu tapi kamu kan tahu
keadaannya.
Besok kakak bakalan ada perpisahan. Kamu tahu kan? Kamu
datangnya! Coba zahra lihat didalam amplop! Gelang itu bentuknya bulan. Bulan
selalu mendampingi bintang. Kalau zahra bersedia jadi bulan untuk bintang zahra
datang pake gelang itu besok.itu artinya zahra bersedia nunggu kakak. Soalnya
lusa kakak bakal berangkat ke jakarta.
Waalaikumsalam
wr.wb
Tertanda
Muhammad Furqan
Tangannya
bergetar memegang surat itu. Airmatanya menetes membasahi tanda cinta itu.
Sudah terlambat bintang itu telah pergi.
“aku
mau Furqan...aku mau menjadi bulanmu, Aku menunggumu.”
Sinar
surya memisahkan kegelapan. Pagi semakin tinggi. Bintang telah pergi. Walau
bulan selalu bersamanya.
Penulis: safitri
adriani nasution
0 comments:
Posting Komentar