Rabu, 08 Oktober 2014

Bulan dan Bintang


            Malam itu cuaca tak begitu cerah. Bintang dan bulan tertelan langit hitam. Udara dingin menusuk masuk. Gerimis turun malu-malu. Kesenduan malam ini cukup mewakilkan keperihan hati sebagian umat muslim dikota binjai. Pasalnya malam ini gaza akan dikepung tentara israel.
            Lain halnya dengan zahra yang termenung pilu dibalkon rumahnya. Menatap sayu kearah langit sepi. Semenit. Dua menit. Tiga menit. Dan kini ia menangis. “bintang tak mau lagi keluar dia telah membenciku” gumam zahra.
            Sejenak terputar lagi diingatan zahra pertemuan tidak sengaja antara ia dan furqan di apotek satu jam yang lalu.
            Zahra berjalan tergesa-gesa  menuju apotek yang tidak terlalu jauh dari rumah tempat ia tinggal.ini ketiga kalinya zahra kembali lagi ketempat ini. “kenapa sih mereka senang sekali membuatku susah?” gumam zahra sambil terbayang perlakuan tuonya kepadanya.  Air mata bening menetes perlahan-lahan dari matanya, zahra berjalan sambil tertunduk menyembunyikan tangisannya dibalik rambut hitam panjangnya. Sesampainya di apotek zahra kembali mencoba menata senyumnya. Setelah memesan obat yang diperlukannya dengan segera zahra berjalan keluar dari apotek kecil itu.
Saat asyik memeriksa obat-obatan yang ia beli sambil berjalan, seseorang menabraknya dari arah depan. Sampai obat-obatan yang ia beli terjatuh dari tangannya.“maaf mbak.., saya nggak sengaja” ucap lelaki itu sembari memunguti obat-obatan yang sempat terjatuh. Suara itu ternyata tidak asing bagi zahra, zahra melihat kearah lelaki yang sedang berjongkok memunguti obat-obatan itu. Postur tubuh itu juga  tidak asing baginya. Zahra tertegun sejenak. Mungkinkah? Gumamnya.
Lelaki itu kini berdiri dihadapannya, Furqan bisik zahra. Zahra langung menyerobot obat-obatan dari tangan lelaki itu, dan berlari sekuat tenaga.
Sepanjang perjalanan zahra terus bertanya-tanya apakah furqan mengenalinya tanpa jilbab yang biasa dikenakannya di sekolah. Aku harap furqan tak mengenaliku. Pasti dia mengenaliku. jika sampai furqan tahu kalau aku tidak berjilbab pasti ia tak akan dekat denganku lagi, dia pasti akan membenciku. Mengapa tadi aku berlari. Dia tak akan mau bicara lagi denganku. Dia pasti jijik pada ku.kemungkinan-kemungkinan dan penyesalan  terus memenuhi pikiran zahra. 
Jam telah menunjukkan pukul 23.00 suara deru mesin kendaraan telah menyepi, jalan-jalan kini tinggal dihiasi oleh sepeda motor dan mobil sedan yang sesekali lewat.  zahra masih termenung pilu di balkon kamarnya. Semakin pilu bersama diputarnya lagu galau dari salah satu Band ternama indonesia dari warnet 24 jam yang kebetulan dekat dengan kediaman zahra.
Setelah lelah menangisi kejadian itu. Zahra masuk kembali kekamarnya. Ia sadar bagaimanapun besok dia harus kembali sekolah seperti biasa.
Untuk pertama kalinya pagi ini. Zahra merasa tidak semangat untuk berangkat  kesekolah. Begitu tidak semangatnya ia hampir membakar rumah tuonnya  pagi ini. Beruntung  tuonya melihat keteledoran yang telah ia buat. Walaupun pada akhirnya zahra kena repetan juga oleh tuonya.
Jam 07.20 zahra telah sampai kesekolahnya. Kawasan sekolah telah ramai. Zahra masuk ke kelas X-4. Suasana kelas begitu riuh. Namun setelah kehadirannya dikelas suasana yang riuh tadi seketika berubah sunyi. Zahra mulai merasa aneh dengan keadaan kelasnya. Di bagian belakang ada aisyiah dengan gengnya menatap kearah zahra dengan pandangan tidak bersahabat. Zahra mengalihkan pandangannya ke arah bangkunya ia melihat bangkunya begitu kotor, seperti ada lumpur yang sengaja diletakkan disekitarnya juga banyak sampah plastik dan kertas. Melihat keadaan itu zahra langsung bertanya “siapa yang mengotori bangkuku?”sembari melirik kearah aisyiah dan gengnya.
“kenapa,  kau menuduhku?” jawab aisyiyah menantang.
“kalian jahat ya?” ucapku sembari membersihkan bangkuku dengan lap.
“halah...cocok lagi sama kau...sama-sama kotor” ucapnya sembari tersenyum mengejek.
“apa maksudmu? Tanyaku
“alah nggak usah pura-pura nggak tahu deh kami semua udah tahu kok, kemunafikan mu itu!
“maksudnya apa sih? Tanyaku tak mengerti
“ini...!” sambil menunjukkan handphonenya. “Ini foto kamu keliaran malam-malam nggak pakai jilbab!” Jelasnya. “munafik...munafik...munafik...” ucapnya keras-keras. Hingga teman-temannya yang lain ikut menghujat. zahra melirik kearah teman dekatnya Nisa. Dia hanya diam saja dan kemudian mengalihkan pandangannya kearah lain. Zahra berlari keluar kelas, satu-satunya tempat yang bisa ditujunya sekarang hanya mushalla sekolah.
Zahra menangis tersedu-sedu di mushalla yang kebetulan masih sepi. Setega itukah bintangku? Zahra membatin. Memori beberapa bulan yang lalu kembali terputar di ingatannya.
Saat itu anak-anak kelas memusuhinya karena masalah pelajaran, mereka menganggap zahra terlalu jujur dan nilainya selalu bagus saat ujian, hingga zahra memperoleh peringkat dua dikelas. hampir serupa dengan peristiwa yang baru terjadi, teman-teman sekelasnya mengerjai habis-habisan. Saat itu kak Furqan selaku ketua Rohis datang membelannya. Sejak saat itu teman-temannya tak berani lagi melakukan perbuatan yang menyakitinya. Dan semenjak itu Zahra menobatkan Furqan sebagai bintang baginya.
Zahra mulai mengenal ilmu agama lebih dalam semenjak furqan hadir dalam hidupnya, hidupnya serasa lebih terang dan tenang. Semua masalah dirumah dan disekolah menjadi lebih ringan. Pantas saja zahra menamainya bintang.
Beberapa minggu telah berlalu. Diasingkan dikelas sudah biasa bagi zahra. Masa-masa sulit zahra hampir berlalu. Sementara diorganisasi ia sudah tak aktif lagi. Ia merasa malu untuk kembali. Sementara Furqan akan menamatkan sekolahnya beberapa minggu lagi.
Hari ini adalah jadwal perpisahan dengan kakak kelas. Walaupun jauh dilubuk hatinya zahra merindukan Furqan. Zahra memutuskan untuk tidak menghadirinya.
Keesokan hari seperti biasa zahra berangkat kesekolah. Walaupun cuaca pagi ini cerah namun ruang kelas masih sepi. Ia meletakkan tasnya kedalam laci mejanya. Amplop berwarna biru muda terselip disela-sela laci yang sempit. Untuk bulan. Dari bintangmu. Begitu yang tertulis di depan amplop. Cepat-cepat kubuka isi amplop tersebut. Sehelai kertas dengan hiasan bulan dan bintang berwarna merah muda.
Assalamualaikum zahra
Mungkin saat ini kau bingung, bagaimana aku tahu tentang bintang itu. Aku hanya ingin kau mengetahuinya disaat yang tepat.
Aku sudah mengetahuinya sejak lama, waktu itu aku tidak sengaja membaca diarymu yang tertinggal di tempat akhwat, hari itu kakak ada mentoring jadi waktu nyari remote kipas ke tempat akhwat ada buku tergeletak diantara tempat akhwat dan ikhwan, karena mau cari tahu siapa yang punya kakak buka deh.
Kakak ngerasa kamu ngindarin kakak semenjak kejadian di apotek itu, tapi demi tuhan bukan kakak yang nyebarin itu. Awalnya kakak kecewa banget sama kamu. tapi setelah kakak pikir-pikir lagi semua orang juga pernah buat kesalahan. Lagian kamu tetap orang pertama kok yang ngajarin arti kejujuran sama kakak.
Masalah mentoring kamu dirohis ini yang buat kakak kecewa banget sama kamu. kenapa kamu ngga pernah lagi kelihatan di mushalla.
Kakak pengen ngomong sama kamu tapi kamu kan tahu keadaannya.
Besok kakak bakalan ada perpisahan. Kamu tahu kan? Kamu datangnya! Coba zahra lihat didalam amplop! Gelang itu bentuknya bulan. Bulan selalu mendampingi bintang. Kalau zahra bersedia jadi bulan untuk bintang zahra datang pake gelang itu besok.itu artinya zahra bersedia nunggu kakak. Soalnya lusa kakak bakal berangkat ke jakarta.
                                                                                                Waalaikumsalam wr.wb
                                                                                                            Tertanda
                                                                                                  Muhammad Furqan
Tangannya bergetar memegang surat itu. Airmatanya menetes membasahi tanda cinta itu. Sudah terlambat bintang itu telah pergi.
“aku mau Furqan...aku mau menjadi bulanmu, Aku menunggumu.”
Sinar surya memisahkan kegelapan. Pagi semakin tinggi. Bintang telah pergi. Walau bulan selalu bersamanya.


Penulis: safitri adriani nasution

Related Posts:

0 comments: