Rabu, 01 Juli 2015

Belajar Ikhlas

Entah apa yang merasukiku malam itu? Secepatnya aku ingin membeli sebuah barang yang bahkan aku sendiri malu untuk menceritakannya. Kebetulan aku berada pada posisi keadaan keuangan menipis, maklum saja, ini sudah akhir perkuliahan, biasanya tanggal-tanggal seperti ini aku sudah pulang ke kampung. Namun karena beberapa tanggung jawab aku belum bisa meninggalkan Medan.
tanpa berpikir panjang kubobol saja celenganku itu, yah... celenganku, uang hasil kerja kerasku menjual barang-barang katalog.
Setelah bekerja keras mencari alat pembuka celengan, akhirnya tanganku bebas masuk menjatah kedalam. Ku keluarkan seluruh isi yang ada dalam celengan kemudian menghitungnya.hanya ada 4 lembar uang dua ribuan. dan uang recehan, setelah kuhitung-hitung semua hanya sekitar 40 ribu rupiah.
Aku terkejut mendapati jumlah uang yang benar-benar jauh dari perkiraanku, bagaimana mungkin hasil kerjaku selama beberapa bulan hanya 40 ribu rupiah, Oh... tuhan rasanya sakit sekali. Masih segar diingatanku, ketika hasil berjualanku terkumpul dengan senang hati aku akan memasukkannya kedalam celengan.
Selama ini aku memang meletakkan celenganku itu sembarangan, aku tidak benar-benar menyimpannya, tak ada sedikitpun perasaan curiga kepada orang disekitarku.
Yah... setelah kejadian itu jujur saja aku sedikit enggan meladeni teman sekamarku, yang memang dari awal tidak dekat denganku,  meskipun Ibu Kos selalu terbuka pintu rumahnya untukku berbuka dan sahur bersama,  aku tak sanggup juga untuk meninggalkannya sendiri, Walau enggan melihat wajahnya, sampai akhirnya dia pulang meninggalkanku di kos seorang diri, aku tetap menemaninya sahur, berbuka, bahkan menjaganya walauku jarang sekali berbicara padanya, kalau urusan berbicara itu, dari awal aku memang jarang sekali berbicara dengannya.
Satu hal yang membuatku benar-benar sakit adalah, caranya, bagaimana mungkin seorang teman, yang dengan senang hati berbagi denganmu, melakukan hal semacam itu. Orang yang kau percaya melakukan hal semacam itu.
Mengapa aku tetap menemaninya, bahkan terlihat biasa didepan orang yang menyakiti kita? pertama, ini adalah bulan ramadhan, aku tidak mau puasaku ternodai oleh kebencian. kedua aku tahu bahwasanya semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah. ketiga aku sadar hanya dengan ikhlaslah aku dapat memperoleh yang lebih baik dari itu, keempat aku sadar ini adalah ladang pahala yang Allah beri padaku. keenam aku sadar membiarkan benci itu tumbuh, dan menahan maaf akan semakin menyakiti hatiku sendiri, aku ingin memberi ruang hatiku untuk tenang dan senang.


Related Posts:

0 comments: