Rabu, 23 November 2016

Teka-teki rasa





Dalam bait aksara yang kamu reka 
Aku menerka - nerka
Apakah kamu yang tak peka,
Atau aku yang salah sangka?
Dalam buaian rindu yang aku rasa
Aku menganalisa
Jugakah kamu menyimpan asa,
Atau semua hanya diagnosa?
Aku seperti mendengar rindumu
Tapi aku takut salah mengartikannya
Akukah yang terlalu perasa?
Semua aksaramu bagai pertanda
Tapi aku takut salah membacanya
Benarkah kamu menyimpan rasa?
Semua masih diagnosa..
Karena semua masih dalam tanya
Dan kepastian belum ada
Jadi biarlah kumenunggu
Mengharap ikhlas dalam doa..

Hafiz:


Kamu, apakah juga tersedak dengan semua kata yang kita gantung di pangkal tenggorokan kita masing-masing? Atau sudah menelannya? Menjadikan kisah ini tidak ada?
Hasna:

Aku ingin mengenangmu. Mengingat setiap detail waktu yang pernah kita jalani bersama, juga perpisahan yang kita lalui tanpa salam perpisahan. Izinkan aku menganalisis setiap jengkal peristiwa yang menyisakan ribuan pertanyaan di kepalaku. Barangkali aku bisa menemukan jawabannya setelahnya.

Begitu sedikit gambaran dari isi novel teka-teki rasa, Rasanya begitu dekat dengan kita bukan? Membuat kita membongkar-bongkar lagi kenangan yang sebenarnya bersarang tapi segan untuk di buka. Misalnya kisah SMA yang meski tergantung karena kita sadar, mencintai paling mulia adalah melepaskan, Kalau cinta pasti ada saja skenario tuhan mempertemukan, saat itu kita sadar jodoh, usia dan rezeki adalah urusan tuhan, biarkan tuhan ikut campur. Menyenangkan sekali ketika mengetahui perihal jodohmu Allah sendiri yang pilihkan. 
Tidak ada yang salah pula dengan menunggu, hanya saja jangan ada harap di relung masing-masing. Yah...bisa saja lagu terakhir yang kalian masing-masing dengarkan saat pergi, akan jadi lagu kenangan yang kalian akan dengar saat minum teh bersama diwaktu senja.

Related Posts:

0 comments: