Jumat, 29 September 2017

Stanting Mengancam Anak Bangsa



Derajat kesehatan seseorang ditentukani oleh berbagai macam hal, diantaranya keturunan, pelayanan, perilaku dan lingkungan. tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa pola penyakit saat ini telah banyak berubah dari beberapa dekade terakhir. Menurut  data yang ditemukan oleh Diskominfo perubahan penyakit terkait dengan faktor perilaku pada tahun 1990 penyakit yang banyak menjangkit masyarakat adalah ISPA, TB dan Diare, namun pada tahun 2010 stroke, kecelakaan, jantung, kanker, diabetes adalah yang paling banyak ditemui . Artinya penyakit yang diderita masyarakat berkembang seirama dengan perkembangan zaman, pola hidup dan lingkungan. beberapa penyakit tersebut adalah penyakit dari jenis yang tidak menular, meskipun penyakit tidak menular tidak memberi efek negatif kepada orang lain secara langsung namun ternyata menurut survey yang dilakukan oleh diskominfo beban rawat inap teritnggi adalah penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, stroke, ginjal,  diabetes, kanker.
Kita beralih pada fenomena kesahatan anak dan Ibu di Indonesia kita lirik dari sisi kekurangan dan kelebihan gizi. Dalam kasus kekurangan gizi ada 19,6 % yang mengidap penyakit ini, ada 37,1% bumil menderita anemia, dan 28,1%balita menderita anemia dan stunting ada 37,2 % diderita sayangnya hingga saat ini penyakit ini belum dapat diselesaikan.  
Fakta yang mengejutkan INDONESIA ternyata juga termasuk di dalam 47 negara dari 122 negara yang mempunyai masalah Stunting  pada Balita dan Anemia pada WUS. Lalu apa sebenarnya stunting itu?
            Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Penyebabnya adalah  Kekurangan gizi yang terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.
            Penyebab masalah gizi yang pertama adalah konsumsi makanan, menurut data unicef 1990  Hanya 36% balita 6-23 bulan yang mengkonsumsi  “asupan makanan berkecukupan (minimum)” (SDKI, 2012), disebutkan juga bahwa status infeksi juga mempengaruhi kesehatan, 14% balita mengalami diare dua minggu sebelumnya (SDKI, 2012), selain itu pleayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan pun berpengaruh, menurut data dari sumber yang sama ada 24% BAB di tempat terbuka (JMP, 2013) dan 14% tidak memiliki akses ke sumber air bersih (JMP, 2013) terakhir kemiskinan ketahanan pangan dan gizi dan pendidikan12% berada di bawah garis kemiskinan(SUSENAS, 2012) adalah merupakan akar dari segala penyebab masalah gizi tersebut.
Penyebab masalah gizi saling berkaitan Rendahnya  akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi,  Pola asuh yang kurang baik teruatama pada perilaku dan  praktek pemberian makan bayi dan anak, Rendahnya akess terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih akar masalah sesungguhnya adalah Potitik, sosial dan budaya, Kemiskinan, Kurangnya pemberdayaan perempuan, dan Degradasi Lingkungan.
         Sesungguhnya Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi, tahukah bahwa Intervensi paling menentukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) . Praktek pengasuhan yang tidak baik, Seperti kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan dan
1   1.  60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
d   2. dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI    
     3. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care,

Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualita

1. 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD
2. 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
3. Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013)
3. Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi
Kurangnya akses ke makanan begizi
1. 1 dari 3 ibu hamil anemia
2. Makanan bergizi mahal
Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
1. 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka
2. 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih
Beberapa penyebab tersebut bersumber dari Sumber: Kemenkes dan Bank Dunia (2017)

               Yang paling miris adalah Komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal dari di Singapura (Sumber: RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS berbagai tahun).
         Akibat stanting juga beragam, antara lain perkembangan otak dan fisik terhambat, sulit berprestasi, rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa menderita kegemukan, sehingga lebih beresiko menderita penyakit jantung, diabetes dan penyakit tidak menular lainnya.
Stanting atau kependekan yang kita ketahui tidak hanya mengancam secara pertumubuhan badan namun juga mempengaruhi intelegensi, fakta yang ditemukan oleh seanut 2011 adalah lebih banyak anak yang ber IQ rendah adalah dari kalangan anak yang stanting daripada kalangan anak yang tidak stanting.
         “Lebih baik mencegah daripada mengobati,” agaknya pepatah tentang kesehatan tersebut patutlah menjadi tolak ukur bagi masyarakat yang sangat menjaga kesehatannya. Namun sepertinya pepatah tersebut tidak berlaku bagi penderita stanting, atau yang kerap kali disebut kependekan. Oleh karena itu panting bagi kita untuk mengetahui penyebab dan lebih awas terhadap perkembangan balita sehingga stanting dapat dicegah sedini mungkin yaitu dengan memastikan kesehatan dan kecukupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan. 
1. Masa Kehamilan
Makan makanan yang bergizi seimbang, terutama makanan bersumber protein hewani, agar janin selalu sehat dan bayi lahri selamat.
2. 0-6 bulan
Bayi mendapat ASI saja selama 6 bulan pertama
3. 6 bulan-2 tahun
Bayi mendapatkan makanan pendamping ASI dengan  jumlah, frekuensi dan keberagaman yang cukup sesuai usianya. pemberian ASI dilanjutkan hingga 2 tahun.
kemudian anak-anak juga harus tinggal dilingkungan yang sehat, dimana setiap orang menggunakan jamban sehat.




1 comments:

redaksilpmdinamika mengatakan...

Isu mengenai stanting ini jarang sekali di informasikan kepada masyarakat luas ya?