Jumat, 11 November 2022

Sedikit Tulisan yang Tersisa I



Beberapa saat telah berlalu, meninggalkan lembaran cerita yang mengisi helai demi helai kisah yang tak jua berujung.Pelukmu yang dulu masih kurasa, hangatnya membuatku bahagia, sesaat ingin kuberhenti disaat rasa menyelimuti kita. 


Katakan kau pernah mencintaiku setulus rasaku padamu. Saat hujan turun sore itu aku masih berharap kau datang dan ucapkan aku akan tetap disampingmu. Aku menunggumu semalaman, berharap kau datang untuk kembali jadikan aku tujuan. Aku terlalu naif  berharap kau akan membuatku percaya. Terlalu berharap kau akan berubah seperti mauku. Terlalu berekspektasi kau akan menyembuhkan luka-lukaku.

Lalu semalaman berubah menjadi kekecewaan, terhitung minggu tanpa kamu aku terus hidup dalam kepura-puraan. Aku masih menangis sendirian saat mengingat kau telah meninggalkanku tanpa alasan yang aku tak paham. 

Kadang saat-saat sepi aku membenci diriku sendiri atas ketidakmampuanku membuatmu bertahan. Aku bahkan tak punya energi untuk menghargai diriku, kemudian beberapa saat semua detik di hidupku adalah mellowdrama. Memalukan memang tapi aku kehilangan arah dan sumber kebahagiaan satu-satunya kala itu, aku benar-benar kesepian dan sendirian.

Aku terus berupaya bangkit seolah aku baik-baik saja, aku bahkan mulai menjadi sedikit jahat kepada beberapa orang, membiarkan mereka masuk ke dalam kehidupanku untuk sekedar membuatku merasa lebih baik dan tidak lagi merasa hampa. Aku sangat minta maaf dan juga sangat  berterimakasih untuk itu. Kehadiran mereka setidaknya membuatku  kembali waras bahwa aku tak seburuk yang aku pikirkan saat itu. Perasaan disayang membuatku kembali merasa hidup  walau tak bisa kupaksa hatiku  masih inginkanmu kembali dan berubah. Meskipun  tentu saja aku tetap harus mempertahankan harga diriku yang tersisa hingga akhir.

Tapi semakin ku berjalan aku semakin merasa bodoh, semua hal yang terjadi memang menyakitkan dan menambah trust issue ku dari hari ke hari. Tapi aku coba terus berdiri mencoba lagi dan lagi. Pada akhirnya aku pun menyadari bahwa nggak ada satu orang pun di dunia ini yang bakal stay, semuanya akan pergi saat sudah tiba waktunya, people come and go dan tugas kita cuma belajar lebih bijaksana dan mengambil pelajaran dari setiap kisah yang sudah dituliskan. Bahkan sebanyak apapun orang yang ada, kebahagiaan kita tidak boleh bergantung pada siapapun. In the end of the day kita cuma punya Tuhan dan diri kita sendiri.

Walaupun terkadang ada saat dimana rasanya aku dengan kebodohanku ini ingin berlari memelukmu sekali lagi, menangis dipelukanmu, sambil meneriakkan  ketelingamu, "Brengsek kau sialan sampah!"

Aku menyesali kebodohanku membiarkan orang sepertimu masuk kehidupku, tapi dulu aku pernah ingin sekali memelukmu,
sekuatnya menahan agar kau tak pergi. Merindukan caramu berbicara dan menatapku, rindu caramu marah, rindu membelai helai rambutmu, rindu menggenggam tanganmu. Merindukan semua tentangmu.



Aku pernah begitu menyayangimu, kau jelas tau itu. Aku juga sangat ingin pergi jauh bersamamu, aku mau tapi ada hal-hal yang tak bisa kutoleransi darimu.

Saat itu aku memang sedang sayang-sayangnya padamu, bahkan jika kau mau aku berubah aku akan lakukan apa saja. Tapi sayangnya aku tak bisa membuatmu merasa cukup dengan hadirku atau barangkali aku terlalu menyusahkanmu.

Aku merindukan kenangan dulu. Sungguh terkadang hadir perasaan itu. Terkadang aku rindu dimana aku menjadi begitu naif  karena menyayangi seseorang. Perasaan was-was dan khawatir, perasaan senang dan marah, kecewa yang berbaur menjadi satu. Semuanya terasa seru.

*Lucu sekali bagaimana aku menangis karena laki-laki yang bahkan tak banyak peran dalam hidupku, tapi jujur dia yang pertama dalam banyak hal yang tak pernah kudapatkan bahkan dari Ayahku sendiri.*

Jujur aku merasa semakin pintar dari hari kehari  yang bahkan membuatku takut aku menjadi benar-benar tak butuh laki-laki.

0 comments: