Minggu, 20 Januari 2019

Surat Perahu V

Pexels.com
Senja di bumi tetap selalu merah Tuan, di garis pantai kotamu, di pantai dekat rumahku, atau di penghujung hari di halaman lokasi kerja kita, terlebih bagi seseorang yang sedang mengulum harap pada Tuannya.
Jauh sebelum waktu memberikan kesempatan untuk ku berpapasan di dalam satu waktu denganmu, kau memandangi lautan yang bersemu jingga. Pada satu sore di pantai dekat kotamu Tuan, Samudra menyadarkanmu bahwa seseorang di luar sana akan datang menemuimu, menyebrangi lautan luas, melewati kerumunan manusia dengan panas asmara di hatinya hanya untuk menemuimu.
Pexels.com

Dan pada satu senja yang mempesona sebuah perahu dengan seorang Nona terpesona pada lanskap pulau mu dengan alasan yang tak tercerna. Nona itu adalah aku Tuan. Seseorang yang menunggu terbitnya mentari, hanya untuk sekedar mengucapkan "Selamat Pagi".
Tuan kau tahu Nona itu adalah aku, seseorang yang bahkan tidak tahu berbasa-basi pada lelaki walau sekedar senyum manis di pagi hari. Dan oh...kau lihat si Nona itu bahkan memakai perona pipi. Hanya untuk berpapasan denganmu di pintu masuk pagi ini, dengan skenario selamat pagi.
Dan kemudian aku kembali lagi ke Pantai, mengirim salam pada Neptunus yang bertanggungjawab atas jarak bermil-mil laut Kau dan Aku. Dan pada langit di ujung senja, menatapnya lekat sambil mengiba Tuhan beri aku kesempatan lagi dalam garis waktu yang sama dengan dia. Sedikit lebih banyak pagi berdua untuk mengungkapkan kalau aku semenarik lautan dan senja yang dikaguminya. Oh Tuhan aku ingin melakukannya.

0 comments: