
Pagi ini
seperti pagi-pagi yang lain. Sejak saat itu. Sepi itu kian meluap,
menenggelamkan seluruh cita-citaku semakin jauh. Jauh. Dan mungkin akan hilang,
hanya waktu, yang menjawab.
Kulewat di trotoar jalan
perkompleksan pondok indah di kawasan Batam center, di bawah pohon mahoni yang rindang.
Sengaja kulewati jalan-jalan ini. Untuk mengenangmu. Sesekali kulihat
sepedamotor dan mobil-mobil sedan yang melintas. Seketika otakku kembali memutar kisah 5 tahun yang lalu.
Masih kuingat saat kita SD dahulu.
Kita sering berlomba lari.
“sa! Kita lomba yok, siapa yang paling cepat sampai rumah nanti yang kalah nraktir es kriem?” teriak erik sambil berlari mendahuluiku.
“sa! Kita lomba yok, siapa yang paling cepat sampai rumah nanti yang kalah nraktir es kriem?” teriak erik sambil berlari mendahuluiku.
“ok. Tapi kau curang, lari
duluan.”teriakku sambil berlari menyusul erik yang sudah jauh.
Ketika SMP.
Kami sering naik sepeda melewati jalanan ini, terkadang kami juga berlomba
siapa paling cepat kerumah. Erik sangat jago berlari dan bersepeda. Terkadang
aku melakukan cara licik untuk mengalahkannya.
Tiada yang kekal
kecuali perubahan. Seperti persahabatan kami. Kuingat saat terakhir kami jalan
bersama dibawah langit senja Februari. 3 detik yang mengubah semuanya. Aku tahu
semua akan berubah setelah itu tapi aku tak mampu lagi memendam perasaan yang
semakin menyiksa apalagi setelah kedatangan aleen.
“rik.. aku ingin mengatakan sesuatu padamu !”
ungkapku serius.
“apaan sa?”erik bertanya dengan wajah yang biasa saja. Ya… seperti saat
aku menanyakan rik dimana ya, Ada penjual
baterai jam?. Rik habis pulang ini kau mau kemana? .dan
pertanyaan-pertanyaan biasa lainnya. Aku tahu dia benar-benar tidak menyangka.
“Aku tahu aku mungkin sudah gila. Aku tahu mungkin semua akan berubah
setelah ini. Tapi aku tak perduli.” Jelasku penuh emosi . “ada perasaan tidak suka saat kau bersama
aleen, perasaan kesal saat kau membicarakannya, ingin kau selalu bersama ku.”
“Ya tentu saja kita akan selalu
bersama” tegas erik, dalam wajah agak sedikit bingung. “tapi kenapa kau tidak menyukainya? Ada
masalah apa….”belum
selesai erik berbicara aku memotong perkataanya.
“Kau lah
masalahnya!tegasku penuh emosi.
“Ha! Maksudmu? Hei ada apa denganmu?
Kau sakit?” Tanya erik dengan wajah polos.
“Ya aku sakit…aku sakit melihatmu
bersama aleen” ucapku kuat dan gemetar.
“Apa?” Tanya
erik seakan tak percaya.
“aku menyukaimu” ucapku dengan suara
lirih.
Erik tersenyum terpaksa, bisa kulihat
wajahnya yang seketika berkeringat. Dia biasa seperti itu ketika menghadapi
situasi yang sulit, “aku harap kau bercanda”. Ucapnya lagi seakan masih tak percaya.
“Aku menyukaimu, aku cinta sama kamu!,
aku serius “. Kata-kata itu terlontar dari mulutku dengan lantangnya. Perasaan
hatiku meluap-luap, yang kupikirkan saat ini hanya, aku harus mengungkapkan
perasaanku itu saja.
“Kau, kau sudah mengatakannya. Maka
kita tak bersama lagi”. Baik, baik kudengar apa yang dikatakan Erik itu, aku
tersentak sejenak mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya. Aku tahu 98 %
perasaan erik kepadaku, aku tahu mungkin ini adalah kemungkinan terbesar yang
akan ku terima . saat mendapati kenyataan itu. Rasanya lebih sakit dari yang
kubayangkan. Benar-benar sakit. Rasanya hatiku bagai ada yang mengiris-iris.
Saraf ku seakan berhenti bekerja. Bibirku terasa kaku. Air mataku tak
terbendung lagi menganakkan sungai. Rasanya tungkaiku tak sanggup lagi menopang
tubuhku. Lama aku berdiam menunduk
dengan wajah yang penuh air mata. Tapi aku mengumpulkan kembali keberanianku
untuk bicara. Kuangkat perlahan-lahan wajahku, sambil menghapus air mata dipipiku.
“Apa maksudmu?” aku bertanya dengan
lirih hampir tak terdengar. Kutatap kedua matanya, mencoba menyelami
perasaannya.
“Maaf kan aku, aku tidak bisa menerima
cintamu. maafkan aku yang terlalu bodoh untuk nggak bisa, mengartikan
perasaanmu . tapi aku mohon jangan pernah menangis untukku!.” Aku masih terdiam
membisu mendengar kata yang terucap dari bibirnya, air mataku terasa ingin
jatuh lagi. Bibirku bergetar.hatiku terasa teriris lagi.
“Apa karena aleen?” Tanyaku sambil
menatap kedua bola matanya. Mencoba menangkap semua perasaanya.
“Ya . itu salah satunya. “. Erik
menjawab sambil membalikkan badan.
Membelakangiku.
Air mataku
terasa tak terbendung lagi. Aku sudah tahu jawaban ini. Aku menangis, dadaku
terasa sesak, begitu sesak, napasku tersendat-sendat. Menangis sesenggukan.
Mendengar suara tangisanku. Spontan Erik membalikkan badanya. dengan
penuh emosi erik membentakku . “jangan
menangis! Sejak kapan kau menjadi cengeng
kayak gini?“. Bentaknya, seraya menatap lurus kearahku . Aku tersentak kaget. Aku masih saja
berdiam kutatap dalam-dalam kearah
matanya. Ada perasaan yang tak bisa ku mengerti disana. “Kau sekarang menjadi
benar-benra bodoh, lawakan macam apa ini? Alysia Angelina menangis seperti
bayi?, sejak kapan kau menjadi seperti wanita gini?”. Tanyanya dengan wajah
lebih tenang dan sedikit senyum tipis. Aku masih saja terdiam Dan menangis
sesenggukan. Kutundukkan wajahku dalam-dalam ku sembunyikan wajahku
dibalik rambut hitam sebahuku, aku tak
tahan melihat senyum mengejekknya. Oh…
pria ini disaat seperti ini masih saja sempat mengejekku,gumamku dalam
hati.
Didalam tangis yang bersembunyi dibalik
rambutku. Aku merasakan tangan lembut meraih daguku. Sekarang posisi kami berhadap-hadapan
dengan kedua tangan erik megangkat
wajahku, dengan tatapan mata kemata, “ sudah ku bilang jangan menangis!”
serunya dengan suara yang lembut. Ku
tatap lekat-lekat wajahnya yang di timpa sinar keemasan senja, rasanya ingin ku
luapkan semua perasaan ini Kepadanya. Tangan kanan dan kirinya tiba-tiba kurasakan telah berada dipipiku,
mengusap air mataku dengan lembut. Aku tertegun, kunikmati, setiap detik demi
detiknya. “ kau gadis yang sangat baik aku menyukaimu, kau tahu itu. Tapi untuk
bersama maaf aku tak bisa.” Ucapnya dengan nada yang lembut. Tapi dihatiku itu
benar-benar sangat menusuk. mataku
kembali berkaca-kaca. Air mata itu sudah tidak sabar lagi ingin jatuh.
Rapp,,, Erik menarik tubuhku ke
pelukannya. Aku meneggelamkan wajahku ke
kemeja putihnya. Tangan ku menekuk kearah dada menopangkan badan, diatas
dadanya. Dan kembali menangis ! “
kubilang jangan menangis!” seru erik lagi dengan nada penuh penekanan.
Kurasakan tangannya memeluk erat tubuhku di pelukanya. ku hirup aroma tubuhnya.
Kurasakan detak jantungnya. Kini aku benar-benar sulit mengartikan perasaanya. mungkin ini adalah kesempatan
pertama dan yang terakhir bagiku jadi aku sungguh menikmati nya . sekarang kami
berpelukkan erat dibawah pohon mahoni itu. Tak perduli sepeda motor dan mobil
yang sesekali lewat, ataupun orang-orang yang memerhatikan kami. Lama juga kami
berada dalam posisi seperti itu sampai Erik
melepaskan pelukkanya, dan sampai aku mulai tenang.
“Buka lah lembaran baru untuk hatimu,
lupakanlah aja aku. Aku nggak pantas
untukmu. Jika kau benar-benar mencintai aku!” katanya sambil menggenggam erat
kedua tangan ku. Hatiku berdebar-debar, Napasku seperti tertahan. perasaan ini
selalu kurasakan saat dia menatap mataku. “ jaga dirimu untuk orang yang
benar-benar sepenuh hati mencintaimu!” aku terpaku menatap wajah tampannya
dalam-dalam. Kemudian dia berbalik. Melangakah menapaki trotoar jalan yang
lampu jalannya mulai hidup satu persatu seiring ia berjalan. Aku menatap
punggung bidang itu dengan tatapan mata nanar. Perasaanku campur aduk, aku merasa kalau hatinya milikku, tapi kenyatannya, dia tak pernah mencintaiku. Ku
pandangi terus badan tegap, dan rambut hitamnya yang ditimpa
sinar kemerahan senja yang hampir berakhir itu, aku berharap sekali ia menoleh
kebelakang seperti adegan-adegan film
yang pernah aku tonton mereka bilang jika ia menoleh kebelakan berarti ia
berharap kau disisinya. Tentu saja itu tak akan berlaku untukku, bila dia
menoleh kebelakang mungkin karena ia mendengar teriakanku atau hal-hal ganjil. Dia
semakin jauh… dan menghilang di pertigaan. Aku tak kuasa menerima kenyataan
bahwa dia benar-benar pergi meninggalkanku dengan cinta ku dibawah pohon mahoni
tua ini, tungkaiku terasa tak mampu menahan tubuhku, aku terjatuh dengan kaki
ditekuk kebelakang seperti posisi duduk. Aku menunduk, dan wajahku tertutupi
oleh rambut hitamku. Aku melampiaskan semua perasaanku, sakit,
marah, bingung, dan hati yang berharap. Kutumpahkan semua lewat air mata.
Hampir setengah jam aku menangis sesenggukan, dengan posisi terduduk, di bawah
pohon mahoni tua itu, ketika aku sudah puas menangis aku perlahan-lahan
berdiri. disekitarku sudah gelap.
Lampu-lampu jalan dan lampu taman sudah menyala semua, air mancur di taman pun
sudah menyala-nyala lampunya. Aku memutuskan untuk pulang orang tuaku pasti
mengkhawatirkanku. Aku berjalan menyusuri sepanjang trotoar jalan, tanpa
gairah, dan dengan tatapan kosong. Jalanan pun masih sepi, maklum masih jam
shalat maghrib. aku berbelok kekanan ke jalan melati setelah mendapati
pertigaan, kemudian menyusuri jalan-jalan perkomplekan lagi . dan berhenti pada
satu rumah minimalis bercat putih, yang kelihatan anggun di terpa sinar
rembulan yang terang malam ini, ku coba untuk menata perasaan dan mencoba
mengukir senyum di bibirku. Bersikap
seperti tak ada apa-apa. Gumamku dalam hati.
Keesokan hariny akau tidak sekolah,
aku merasa tak enak badan, tidak bersemangat, juga tidak berselera melakukan
apapun. Aku memutuskan untuk berdiam diri di dalam kamar.
Ternyata ketidak hadiranku
dikampus sampai ketelinga Erik.
“Rik kau tahu nggak sich? Si Alis kenapa?” Tanya sahabatku Ling. Seorang cewek cantik bermata indah peranakan Cina itu, yang
sengaja mencari Erik untuk
meanyakan perihal perubahanku.
Erik hanya terdiam. Dengan pandangan
mata lurus kearah bunga-bunga yang baru mekar, raut wajahnya berubah. Dia sudah
menduga semua ini akan terjadi.
“Dari semalam tu, sms aku nggak di
bales, aku telepon juga nggak diangkat. Terus tadi dia nggak masuk dan nggak ngasih kabar,
ya udah deh aku tadi pagi kerumah dia” jelas Ika.
Erik masih saja terdiam. Dengan
tatapan mata kosong.
“Dan kau tau nggak, tatapan dia itu buat
aku menderita banget, tampilannya menyedihkan kali lah pokoknya, matanya
bengkak, merah”. Jelas ika dengan sedikit penekanan.
Erik seketika langsung menoleh kearah
Ika.
Memastikan bahwa yang dikatakan Ika adalah benar.
“Yang parahnya lagi. Aku ajak ngomong
dia nggak ngerespons sama sekali cuman bengong aja, parah deh pokoknya, aku pikir kau tahu
kenapa”
Erik yang ditanya hanya terdiam saja.
Melihat tingkah lakuu Erik yang tidak biasa ika pun bertanya pada Erik,” Erik kau kenapa sich rik?, diajak
ngomong diam aja, muka mu itu juga lesu banget. ada apa sich antara Kalian
berdua?”
Matanya masih saja melayang pada
bunga-bunga mawar didepan taman, entah apa yang dipikirkannya“gak papa kok”.
Jawab Erik singkat.
Melihat tanggapan Erik yang
begitu singkat dengan volume yang rendah, layaknya orang-orang yang tidak punya
semangat hidup lagi, spontan Ling sebal “ih,,, sebell sich lihat Erik ni”. Gerutu Ling dengan raut wajah cemberut
dan berlalu dari hadapan Erik.
Mendapati kejengkelan Ling terhadapnya.
Erik bukannya meminta maaf, malahan dia masih terdiam di bangku taman sambil
pikirannya melayang entah kemana, walau matanya tertuju pada bunga-bunga mawar
merah didepannya.
“Udah dua hari Erik nggak keliatan, dia kemana
ya?”Tanya Ika kepadaku”
Seketika tanganku
berhenti memainkan sedotan jus yang beberapa hari ini menjadi teman bengongku
di kantin demi mendengar pertanyaan Ling. “iya ya?” tanyaku. Pikiranku melayang kemana-mana.
“Ditanya malah balik nanya, sebenarnya
kalian berdua ada apa sih?, aneh banget”. Tanya Ling penuh selidik.
Aku terdiam menanggapi
pertanyaan ika, begitu banyak pertanyaan-pertanyaan dikepalaku seputar ketidak
hadiran erik di kampus.
“Jadi kau bener-bener nggak tau ya?” dengan
raut wajah kecewa Ika memberi kesimpulan akan sikapku.
Seorang pria berkemeja
lengan pendek motif kotak-kotak yang di padu oleh dalaman kaos tipis ditambah
celana jeans model sekarang berjalan menuju kantin, dengan raut wajah lesu.
Aku langsung berjalan
kearahnya.meninggalkan ika yang masih asyik dengan pikiran dan burgernya. “Aku
yakin dia pasti tahu sesuatu tentang Erik”. Gumamku.
“Bintang!, aku mau nanya sesuatu sama
kamu” sambil menarik lengannya ke bangku tempat aku dan ika duduk.
“Apa”? Tanya heru dengan lesunya.
“Kamu tahu Erik kemana?” tanyaku dengan tidak
sabaran bercampur cemas.
“Itu…aku tidak mengerti apa yang ia
pikirkan”.
Mendengar jawaban Bintang aku teringat kejadian beberap hari yang lalu.
“Maksudmu?
“Datangi saja rumahnya!” usul Bintang. “Nanti kau akan
tahu sendiri.” Seraya berjalan keluar dari kantin.
“Ada apa sih dengan Erik”. Gumamku. aku jadi cemas, dan berpikir mungkin hal-hal
yan buruk terjadi pada erik.
Aku langsung menyambar tasku dan berlari keluar
kantin.
“Kamu mau kemana?
“Mau kerumah erik”
“Bareng mobil aku aja...
Aku tidak mendengar jelas perkataan Ling karena sudah
terlalu jauh. Kukeluarkan sepeda motorku dari parkiran. Secepat-cepatnya aku
menuju kerumah erik. Perasaan khawatirku bertambah dalam. Kepacu sepeda motorku
sekencang-kencangnya.
“Sial. Gumamku. Aku terjebak macet. Aku memutar otak bagaimana
cara cepat sampai kerumah Erik, sementara rentetan kendaraan ini begitu
panjang.
“Nunggu lancar, bakalan lama kayaknya. Pikirku. Atau
aku berjalan kaki saja, lagi pula rumah Erik hanya sekitar 1 kilo meter dari
sini.
Tanpa pikir panjang lagi aku mencari tempat yang tepat untuk memarkirkan
sepeda motor untuk sementara waktu.
Kemudian aku berlari sekencang-kencangnya. Seakan aku
tak perduli apapun yang ada disekelilingku. Yang ku pikirkan hanya Erik. Apa
yang terjadi dengannya. Apa yang sebenarnya yang dia lakukan. Pikiran-pikiran
negatif membayangi pikirannku. Aku ketakutan.
Perjalannan yang kutempuh hampir setengah kilo dan
keringatku bercucuran, napasku ngos-ngosan, dan tungkaiku sudah kelelahan, aku
memperlambat lariku. Setelah hampir sampai di gerbang perkompleksan Erik. Aku
menyebrang tidak sabaran dan sepertinya kendaraan-kendaraan ini juga tidak
sabaran. Aku merentangkan tangan mencoba menahan agar mobil yang lewat
pelan-pelan tapi beberapa malah membentakku karena menyebrang ditempat yang
salah dan tergesa-gesa.
Sebuah mobil sedan hitam datang dari
arah yang berlawanan dengan kecepatan tinggi, melihatku yan menyebrang dengan
tergesa-gesa dan tiba-tiba, mobil itu langsung mengerem
Ciiiiittttttt suara ban mobil beradu dengan aspal, dan
ban belakangnya hampir terangkat . gedubrak...secepat kilat mobil itu seperti
terdorong dengan cepat dan aku panik tak sempat untuk berlari.
Mata ku berkunang-kunang. Kurasakan ada cairan yang
keluar dari kepalaku. Kemudian. Gelap.
Samar-samar kulihat langit-langit putih, lampu pijar
dan bau obat-obatan. Suara-suara percakapan dan tangisan. Semua semakin
terdengar jelas. Ibuku yang sedang menangis aku kenal itu, dan suara ayahku,
serta adik dan sanak familyku.
Aku mencoba
menggerakkan badanku, tapi terasa begitu sulit, tanganku di pasangi infus, dan
dihidungku mungkin alat bantu pernafasan,
Aku mencoba bersuara, memanggil
ibuku. Tetapi terasa begitu sulit.
“a....am...ma....ma....” panggilku lirih
“semua yang ada diruangan terdiam, dan mendekat
kearahku. ayahku memanggil dokter.ibu mendekatiku dan menangis bahagia, begitu
juga adik dan bibiku mereka semua kelihatan bahagia.
Kata ibu aku telah telah tak sadarkan diri selama 2
hari. Untung saja pendarahan diotakku tidak terlalu parah.
Aku kembali teringat pada erik.
Ibuku yang sedari tadi duduk sampingku ternyata
membaca perubahan raut wajahku.
“Erik tadi datang kemari. Titip ini sama kamu.
Sebuah kotak berwarna pink. Ada lampu cantik berbentuk
bintang. Lalu ada surat. Beramplop pink.
Dan berhias hati,
Untuk alisa
Ternyata
kamu itu masih aja bodoh ya!
Nyebrang
gak hati-hati
aku gak bakal bisa maafin aku diri aku sendiri kalau kamu kenapa-kenapa
karena aku.
Aku tu
sayang sama kamu.
Oya
hari ini aku berangkat ke jepang. Aku bakal netap disana sama orang tuaku.
Nanti
kalau pulang aku bawain bunga sakura deh.
Kamukan nggak suka coklat atau makanan lagi kalau kamu nangis. Tapi kamu
jangan nangis banyak-banyak. Soalnya bawa bunga sakura susah kalau banyak-banyak..
Oh iya
....
Sekarang
aku nggak perlu cemas lagi kalau kamu aku tinggal pergi.
Soalny
aku udah metikin bintang untuk nemani malammu yang gelap. Cuman satu bintang
yang bisa aku petik karena cuman dia yang paling dekat.
Cuman
ini yang bisa aku sampaiin.
Tetap
jadi cewek perkasa.
Tertanda
Erik
Nggak terasa air mataku jatuh. Semudah itu dia pergi
dan ngingkarin janjinya. Kuraih lampu cantik berbentuk bintang itu dari kotak.
Kemudian ku lemparkan. Tidak ada suara lampu itu terjatuh. Seseorang telah
menangkapnya. Bintang ?. diikuti oleh
Ling dari belakang.
“Akhirnya kamu sadar, begitu dengar kamu udah sadar
aku langsung kesini! Jelasnya dengan senyum lebar, tak pernah aku melihat
seorang Bintang tersenyum seperti ini.
Ling memeluku. “Alis ku sayang kamu sih nyebrang gak
pake hati-hati, ceroboh banget sih, gak sabaran.
“Eh ini lo nak bintang, yang ngantarin kamu kerumah
sakit” sela mamaku. Dari semenjak kamu nggak sadar dia selalu disini jagain
kamu”
Benarkah itu? Pikirku. Kulihat ekspresi wajahnya.
Untuk seorang Bintang yang begitu dingin ternyata mau melakukan itu? Apa
gerangan yang terjadi. Melihat ekspresi wajahnya kulihat senyum tulus, tak
pernah sebelumnya.
“Elis...elis...” suara seorang pria yang familiar
memanggilku dari belakang. Cowok ya ng selama ini suaranya selalu menghiasi
setiap hari-hariku.
Aku kaget. Dan berbalik “kamu kok tahu aku disini?”
Dia keluar dari dalam mobilnya. Berjalan menuju
kearahku. Seperti biasa dia selalu tampak keren. Dengan gayanya yang cool.
Nyaris setiap cewek akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi itu tidak
berlaku padaku.
Dia mendekatkan wajahnya dengan wajahku “apa yang aku gak tahu tentang
kamu? Jawabnya dengan bangga. Aku hanya tersenyum. “Tada... .” seikat mawar
merah ada dihadapanku.
“Thank you” aku tersenyum padanya. Dia membalas
senyumanku.
Kutatap kedua matanya dalam-dalam. “aku mohon tolong
buat aku cinta sama kamu bintang”
“i always” jawabnya lirih. Dan tangannya merengkuhku
dalam pelukannya.
S
E L E
S A I
jangan tanya kenapa aku bisa nulis kayak gini. akupun terkejut.saat itu aku bukan aku kalee. masih labil drakor.
0 comments:
Posting Komentar