Selasa, 10 Maret 2015

Ketika Cinta Menyapa


https://nunungnuraida.wordpress.com/2012/02/28/ketika-cinta-menyapa/

            Dimesjid nih...
      Datang lah
Send message
Inbox
Ya udah tunggu situ ya...
Beberapa menit kemudian sesosok wanita berjilbab berjalan kearah ku dengan senyuman tulus dari wajah teduhnya. Jilbabnya yang panjang melambai diterpa angin yang kasmaran. Ia mengenakan gamis berwarn hijau lembut.
“Anisa...!” panggilku seraya melambaikan tangan.
            “ukhti Ulfa...!” balasnya memanggil namaku.
Sesampainya didekatku kami langsung bersalaman.
            “Assalamualaikum” ucapnya
“Waalaikumsalam” jawabku sambil cipika cipiki.
Nggak ada masuk lagi ukh?” tanya Anisa
Nggak ukh” jawabku
Gimana kabar hatinya?” tanyanya kemudian sambil memandang raut wajahku.
Alhamdulillah, semakin baik” jawabku sambil tersenyum.
            Sejurus kemudian dia membuka Al-Qur’an terjemahan miliknya. Bibir merahnya melantunkan ayat suci diantara riuhnya suasana mesjid. mengingat target OdoJ Akupun memilih untuk membaca ayat Al-Qur’an juga. Disela-sela tilawah handponeku bergetar beberapa kali. Kulihat Annisa melirik melotot kearahku. Aku memilih untuk mengabaikannya dan meneruskan bacaanku. Beberapa menit kemudian kami telah selesai dengan bacaan masing-masing.
            “Ukh...Nisa yang ukhti bilang udah aku kerjain kan” ucapku memulai pembicaraan
            “Baguslah ...” jawabnya senang. “Itu tadi smsnya kan, nggak usah diladeni lagi smsnya, teleponnya, pokoknya apapun tentangnya, mancing itu namanya.”
            “Iya..” jawabku sambil cemberut.
            “Mana hpmu ?” seraya langsung menyambar handphoneku dari tangan. “bagus kuhapus aja, kalau dibaca nanti kamu makin berat ngelepasin dia.” sambil mengutak-atik handphoneku.
            “Kamu belum bilang ke dia ya? Supaya jangan pernah ngubungi kamu lagi?” tanyanya
“Belum sih” jawabku sambil tertunduk
“ya Allah... Ulfa berapa kali ana bilang samamu untuk Jelasin kedia. kamu tahukan jodohmu cerminanmu”
“tahu sih, tapi aku sama dia juga cuman berteman”
“Tapi demen-demenan kan?
“Kamu nggak tahu sih, dia itu kriteria aku banget, dia juga anak pesantrenan kok, bentar lagi juga berangkat ke kairo”
“Itulah kalian sama-sama berilmu, tapi kok gitu, jodoh itu akan datang pada saatnya, atas ridhonya Ulfa.” Aku hanya tertunduk diam mencoba meresapi kata-katanya. “ingat Ulfa, jodohmu cerminanmu, apa yang kamu lakukan adalah apa yang dilakukan juga oleh calon suamimu. Lagian kamu mau hubungan kamu kelak tidak diridhoi Allah, memangnya kamu mau orang yang kamu cintai didunia, kelak menjadi orang yang paling kamu benci?” Jelasnya dibarengi pertanyaan.
Saat itu aku hanya bisa terdiam. Mencoba mencari jejak penyadaran diri. Merenungkan kesalahan hati yang menentang. Beberapa saat sampai muadzin menggemai segenap hati-hati yang selalu merindu. Aku bergegas mengambil wudhu kemudian kembali lagi kedalam ruangan mesjid yang kebetulan sedang sepi. Mendirikan shalat rawatib dhuhur kemudian shalat dhuhur berjamaah.
Ku singkapkan selimut tebal yang menemani tidur nikmatku di malam dingin itu. Menyegerakan diri untuk berteman dengan dinginnya air. Berwudhu. Kunikmati betul aliran air yang mengalir dingin menyucikan diri yang penuh noda separuh hari ini. Pertama kubasuh wajahku. Berharap kesucian atas mataku yang kerap kali melihat hal yang tak sepatutnya bagiku. Di ikuti kemudian kedua tanganku, berharap kesucian atas tangan yang sering berbuat dzalim. Membasuh kepala dan telinga berharap kejernihan atas pikiran pendengaran. Dilanjutkan membasuh kedua kaki, yang kerap kali kulangkahkan menuju maksiat.
Aku menyiapkan diri untuk menghadap pada rabbku. Berdiri diatas sajadah batik berwarna coklat kehitaman itu, seraut wajah teduh menyelinap dalam benakku. Lelaki itu. “Asstaghfirullahaladzim” Cepat-cepat aku menepiskan sajadah pemberian laki-laki itu disaat miladku yang ke 18. kemudian menggantikannya dengan sajadah lain.
Aku mencoba kembali untuk memfokuskan diri dalam shalatku.  “Allahu akbar”
Sunyinya malam menjadi kenikmatan, hembusan angin berteman suara jangkrik menjadi saksi hati yang menangis mengadu memohon cinta diantara cinta. Berkelebat rasa antara cinta dan maha cinta. Memohon penyadaran sesadar-sadarnya bahwa cinta yang hakiki hanya milik-Nya.
           

                                                               -bersambung-







            

Related Posts:

0 comments: