Dimesjid
nih...
Datang lah
Send message
Inbox
Ya udah tunggu situ ya...
Beberapa
menit kemudian sesosok wanita berjilbab berjalan kearah ku dengan senyuman
tulus dari wajah teduhnya. Jilbabnya yang panjang melambai diterpa angin yang
kasmaran. Ia mengenakan gamis berwarn hijau lembut.
“Anisa...!”
panggilku seraya melambaikan tangan.
“ukhti Ulfa...!” balasnya memanggil namaku.
Sesampainya didekatku
kami langsung bersalaman.
“Assalamualaikum”
ucapnya
“Waalaikumsalam”
jawabku sambil cipika cipiki.
“Nggak ada masuk lagi ukh?” tanya Anisa
“Nggak ukh” jawabku
“Gimana kabar hatinya?” tanyanya kemudian
sambil memandang raut wajahku.
“Alhamdulillah, semakin baik” jawabku
sambil tersenyum.
Sejurus
kemudian dia membuka Al-Qur’an terjemahan miliknya. Bibir merahnya melantunkan
ayat suci diantara riuhnya suasana mesjid. mengingat target OdoJ Akupun memilih untuk membaca ayat
Al-Qur’an juga. Disela-sela tilawah handponeku bergetar beberapa kali. Kulihat
Annisa melirik melotot kearahku. Aku memilih untuk mengabaikannya dan
meneruskan bacaanku. Beberapa menit kemudian kami telah selesai dengan bacaan
masing-masing.
“Ukh...Nisa yang ukhti bilang udah aku kerjain kan”
ucapku memulai pembicaraan
“Baguslah ...” jawabnya senang. “Itu tadi smsnya kan,
nggak usah diladeni lagi smsnya, teleponnya, pokoknya apapun tentangnya,
mancing itu namanya.”
“Iya..” jawabku sambil cemberut.
“Mana hpmu ?” seraya langsung menyambar handphoneku dari
tangan. “bagus kuhapus aja, kalau
dibaca nanti kamu makin berat ngelepasin dia.” sambil mengutak-atik
handphoneku.
“Kamu belum bilang ke dia ya? Supaya jangan pernah ngubungi kamu lagi?” tanyanya
“Belum
sih” jawabku sambil tertunduk
“ya
Allah... Ulfa berapa kali ana bilang samamu untuk Jelasin kedia. kamu tahukan jodohmu
cerminanmu”
“tahu
sih, tapi aku sama dia juga cuman
berteman”
“Tapi
demen-demenan kan?
“Kamu
nggak tahu sih, dia itu kriteria aku banget, dia juga anak pesantrenan kok,
bentar lagi juga berangkat ke kairo”
“Itulah
kalian sama-sama berilmu, tapi kok gitu, jodoh itu akan datang pada saatnya,
atas ridhonya Ulfa.” Aku hanya tertunduk diam mencoba meresapi kata-katanya.
“ingat Ulfa, jodohmu cerminanmu, apa yang kamu lakukan adalah apa yang
dilakukan juga oleh calon suamimu. Lagian kamu mau hubungan kamu kelak tidak
diridhoi Allah, memangnya kamu mau orang yang kamu cintai didunia, kelak
menjadi orang yang paling kamu benci?” Jelasnya dibarengi pertanyaan.
Saat
itu aku hanya bisa terdiam. Mencoba mencari jejak penyadaran diri. Merenungkan
kesalahan hati yang menentang. Beberapa saat sampai muadzin menggemai segenap
hati-hati yang selalu merindu. Aku bergegas mengambil wudhu kemudian kembali
lagi kedalam ruangan mesjid yang kebetulan sedang sepi. Mendirikan shalat
rawatib dhuhur kemudian shalat dhuhur berjamaah.
Ku
singkapkan selimut tebal yang menemani tidur nikmatku di malam dingin itu.
Menyegerakan diri untuk berteman dengan dinginnya air. Berwudhu. Kunikmati
betul aliran air yang mengalir dingin menyucikan diri yang penuh noda separuh
hari ini. Pertama kubasuh wajahku. Berharap kesucian atas mataku yang kerap
kali melihat hal yang tak sepatutnya bagiku. Di ikuti kemudian kedua tanganku,
berharap kesucian atas tangan yang sering berbuat dzalim. Membasuh kepala dan
telinga berharap kejernihan atas pikiran pendengaran. Dilanjutkan membasuh
kedua kaki, yang kerap kali kulangkahkan menuju maksiat.
Aku
menyiapkan diri untuk menghadap pada rabbku. Berdiri diatas sajadah batik
berwarna coklat kehitaman itu, seraut wajah teduh menyelinap dalam benakku.
Lelaki itu. “Asstaghfirullahaladzim” Cepat-cepat aku menepiskan sajadah pemberian
laki-laki itu disaat miladku yang ke 18. kemudian menggantikannya dengan
sajadah lain.
Aku
mencoba kembali untuk memfokuskan diri dalam shalatku. “Allahu akbar”
Sunyinya
malam menjadi kenikmatan, hembusan angin berteman suara jangkrik menjadi saksi
hati yang menangis mengadu memohon cinta diantara cinta. Berkelebat rasa antara
cinta dan maha cinta. Memohon penyadaran sesadar-sadarnya bahwa cinta yang
hakiki hanya milik-Nya.
-bersambung-
0 comments:
Posting Komentar