Rabu, 25 Maret 2015

KCM Episode 2


Pukul 05.00 suara panggilan masuk membangunkanku. “Akh fahri?, inilah saatnya” gumamku. Bismillahirohmanirrohim...
          “Assalamualaikum” ucapku
          “Waalaikumsalam” jawabnya dari seberang.
          “ukhty kenapa? Kok sms, telepon ana gak di terge?”. Tanyanya, penuh selidik
          “Ana nggak apa-apa, cuman...cuman. Perkataanku terputus
          “Cuman apa?”potongnya.
         Kupejamkan mata berupaya meyakinkan hati, kuberanikan diri berucap“Kayaknya kita nggak usah ada komunikasi lagi deh mulai sekarang?” ucapku.
          “Apa?” tanyanya heran. Terdiam sejenak kemudian bertanya lagi. "Kenapa ukh?”
      Terasa sesak didada, namun kucoba meyakinkan hati, sambil beristighfar. Aku beranikan diri untuk  menjawab. “Aku pikir kita sama-sama tahu Akh, nggak seharusnya kita sedekat ini, kita udah berbuat dosa Akh ucapku.
            “ ….”. Diseberang telepon tidak menyahut.
           Beberapa saat kami terdiam meresapi perasaan masing-masing.
           Sejurus kemudian ku beranikan membuka pembicaraan“Akh biarlah Allah yang mempertemukan bila memang takdirnya, aku yakin akh pasti akan lebih indah”.
            “Ukh ana ngerti, Ukhti betul, maafkan ana.” Jawabnya pelan.
        “Akh kita masih muda banyak yang meski kita lakukan, banyak yang harus kita perbaiki dalam diri kita, maafkan ana.” Ucapku datar.
            “Ulfa nggak pernah salah, ana yang salah, Ulfa harus tahu kalau ana mencintai ulfa karena pribadi Ulfa, Ulfa memutuskan seperti ini, semakin membuat ana mengagumimu” ujarnya dengan suara bergetar.
            “Antum tahu ana lakukan ini karena ana takut kelak diakhiratnya kita saling bermusuhan, Antum tahukan? Kataku sambil menahan genangan bening itu.
            Diseberang aku dengar suara yang tertahan “Maafkan ana, sampai jumpa diwaktu lain dalam ridhanya, bila mungkin tak untuk bersama, berjanjilah untuk hanya saling tersenyum  saat kita berjumpa samar-samar kudengar suara Fahri.
“Assalamualaikum…,” ucapnya
“Waalaikumussalam,” jawabku.
            “Maafkan aku juga akh, yang melukai hatimu.tapi percayalah kulakukan ini untukmu, hanya ada bahasa yang tak mampu aku ucapkan, aku tidak bias mengingkari kalam-Nya”. Gumamku pilu.
            Teringat satu ayat Al-Qur’an yang pernah murobbiku berikan. Q.S Az-Zukhruuf [43]:67, Allah berfirman: “ Teman-teman yang akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.
            Adzan subuh sayup menggema keseluruh penjuru kampong, hati yang mencinta tentu menunggu-nunggu, kemudian bergegas menjumpai yang dicintainya.
            Suara beberapa gesekan sandal  warga kampong ikut mengisi keheningan subuh. Berjamaah diwaktu shubuh. Aku pernah mendengar dari ustadzku waktu mengaji disurau dulu, “Siapa yang melaksanakan shalat subuh berjamaah maka akan Allah jauhkan darinya sifat munafik.” Begitu katanya.
            Aku bergegas keluar kamar, kusaksikan Abah yang sudah siap dengan peci dan baju kokonya membuka pintu hendak menuju mesjid.
            Sementara Umi telah menunggu diruang shalat dengan mukenanya. Adikku Ruby  sedang mengambil wudhu dikamar mandi. Kuputuskan untuk mengambil wudhu di kamar mandi belakang.
            Kesempatan kali ini adikku Ruby yang menjadi imam. Takbir demi takbir terlantun, hampir terlalai aku dalam shalat memikirkannya, namun hatiku kembali ingat, aku sedang menyembah Rabb ku.
Aku mencumbu-Nya mesra di sujud terakhir. “Ya Rabb Sang Maha Cinta… bantu aku mencintai-Mu diatas segala cinta, dan jika aku mencinta, aku ingin orang yang Kau cinta, agar bertambah daya kami untuk mencintai-Mu”.
BERSAMBUNG

Related Posts:

0 comments: