Selasa, 03 Maret 2015

contoh ulasan cerpen_Nyanyian Terakhir

                                                              Nyanyian Terakhir


Kurangnya kesadaran para masyarakat penganut adat akan pentingnya  mengenyam pendidikan setinggi-tingginya  untuk kemajuan hidup
oleh: Safitri Adriani Nasution
(Aldon samosir S.P.d)
            Nyanyian terakhir adalah salah satu cerpen karya Aldon Samosir. S.Pd.  seorang guru SMA dari Sumatera Utara, Balige, yang menjadi peserta  lomba menulis cerpen guru bahasa Indonesia se-indonesia yang di gagas oleh mendiknas tahun 2003 yang kemudian 25 naskah terbaik para peserta dibukukan.
 Cerpen Karya aldon samosir s.Pd  ini menceritakan kisah  seorang tokoh aku yaitu Monang, siswa SMA yang berkesempatan meneruskan kuliah ke ITB bebas tes. Namun keinginanya itu tak berkenan dihati ayah sitokoh aku alias ayah monang. Ayah monang bersikeras agar anak tunggalnya itu tinggal didesa, dan mengupayakan kemajuan desa mereka yang miskin.
Monang tetap berusaha membujuk ayahnya agar meluluskan permohonannya dan berjanji dia akan kembali membangun desa mereka setelah lulus dari perkuliahan. Namun alasan monang itu tidak digubris oleh ayah monang, pasalnya semua orang desa yang belajar dikota dulu juga berjanji akan kembali untuk membangun desa mereka nyatanya tak ada satupun yang kembali kedesa.
Ayah monang selaku orang yang dituakan di desa mereka merasa harus bertanggung jawab atas masa depan desa itu, jadi ayah monang sangat berharap agar anak semata wayangnya itu meneruskan pembangunan desa terlebih-lebih karena para penduduk desa hampir seluruhnya telah meninggalkan desa terutama penduduk yang semarga dengan mereka, hanya tinggal satu keluarga berbeda marga yang merupakan tetangga mereka. jadi patut saja ayah Monang mendesak Monang untuk melanjutkan  kewajiban ayah Monang sendiri.
Namun Monang tetap bersikeras untuk melanjutkan pendidikannya demi bekal memajukan desa. Dia tidak perduli meskipun ayahnya tidak mengizinkannya dia tetap akan melanjutkan pendidikannya.
Keputusan Monang untuk menentang kemauan ayahnya. Membuat kesedihan dan kebimbangan menggelayuti pikirannya. Ayah monang melampiaskan perasaannya dengan bermabuk-mabukan dan bernyanyi dilapo. Suatu kebiasaan para bapak-bapak di daerah tersebut.
Akhirnya perasaan sayang ayah pada anaknya mengalahkan keegoisan ayah monang. Ia mengijinkan Monang berkuliah di ITB. Monang sangat bergembira akan keputusan ayahnya itu. Namun kegembiraan dan sukacita itu hanya dalam hitungan jam telah berubah menjadi kesedihan yang luar biasa. Ayah Monang meninggal semalam setelah bermabuk-mabukkan di lapo sambil menyanyikan lagu terakhir sebagai tanda kasih sayangnya kepada anaknya Monang. “anakkonki hamoraon di ahu”. Itulah sepenggal lagu yang dinyanyaikan ayah. Yang artinya anak adalah adalah harta yang paling berharga dan kekayaan yang tak terbeli.
            Adat dan kemajuan sering  menjadi masalah utama dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Karena adat dan memiliki sisi yang bertolak belakang, nyaris tidak bisa dipersatukan, tapi jika ditilik lebih dalam adat dan kemajuan  pendidikan memiliki tujuan yang sama yaitu kehidupan yang baik. Adat kerap kali berjalan sendiri sehingga suatu kelompok manusia yang  bertahan pada adat biasanya terbelakang atau kuno, para pemegang adat yang sudah fanatik tentu saja berusaha keras agar adat yang mereka tetap terjaga.
            Kurangnya kesadaran masyarakat penganut adat akan pentingnya  mengenyam pendidikan setinggi-tingginya  untuk kemajuan hidup.
Masyarakat penganut adat dari awal pembukaan cerita bisa kita lihat dari prolog ini
“nenek moyangku , pendiri rumah ini pastilah hebat” aku berbicara seorang diri. Bentuk rumah yang unik membuat aku menjadi bangga  menjadi pewarisnya. Selama puluhan tahun aku tidak pernah menyadari kehebatan dan keunikan yang ada pada setiap bagian rumah tempat ayah dan aku dibesarkan.
Pada percakapan antara ayah dan ibu monang  di bawah ini dapat  dilihat bahwa desa mereka begitu kuno dan miskin . walau kemampuan penulis untuk menarik perhatian pembaca untuk larut dalam kemiskinan desa itu kurang detail.
“apa? Tahu apa kamu. Kamu tidak pernah memikirkan masa depan kita, masa depan kampung ini. Dua puluh tahun yang lalu kampung ini dihuni oleh 15 kepala keluarga. Sekarang rumah-rumah sudah kosong. kita hanya berdua dengan pak daulat tetangga kita. Monang, anak kita semata wayang , adalah penerus marga kita dan pewaris kampung ini. Pak Daulat, bukan semarga dengan kita. Mereka adalah boru. Mereka tidak berhak mewarisi desa ini.”
Kepergian para penduduk meninggalkan kampung itu merupakan tolak ukur akan terbelakang dan miskinnya desa itu, itu disebabkan tidak ada tokoh pembaharu di desa, tidak ada tokoh berpendidikan yang mampu memajukan desa tentunya denagn cara yang modern, namun ayah Monang tidak menyadari itu, dia masih saja tidak menyetujui rencana anakanya untuk bersekolah setinggi-tingginya demi pembangunan desa. Ayah Monang malah lebih condong mengkhawatirkan anaknya yang tidak akan kembali kedesa dan merasa berkuliah hanya membuang-buang waktu dan uang saja, karean pada akhirnya Monang juga akan mewarisi desa seperti percakapan antara monang dan ayah berikut;
“kuliah itu hanya buang-buang uang saja. Tamat belum tetnu dapat pekerjaan. Apalagi sekarang kuliah itu mahal. Saya tidak sanggup membiayai kamu. Lihat keadaan kita makan sehari-hari pun sulit, kau tahu itu kan?
“saya bebas testing…”
Ayah sangat tidak setuju dengan keinginan anaknya itu, jadi dia berkelit dengan berbagai alasan agar anaknya monang mengurungkan niatnya itu ditambah lagi dengan mendramatisirkan keadaan. “…lihat keadaan kita makan sehari-hari pun sulit, kau tahu itu kan?” ini biasanya terjadi pada seseorang yang merasa posisinya terpojok. Karena yang diketahui pembaca dari cerita bahwa keluarga monang adalah pewaris di desa itu mereka punya tanah yang luas.
“…kita punya tanah yang luas. Punya ternak kerbau. Danau toba ini merupakan suatu anugerah. Ikan-ikannya tak akan pernah habis….”
            Jadi perihal kesusahan keluarga tersebut  hanya di lebih-lebihkan oleh tokoh ayah. Dengan harapan tokoh aku atau monang mengurungkan niatnya itu
Cerpen ini berakhir menyedihkan, walaupun pada akhirnya ayah monang mengizinkan monang berkuliah tetapi beberapa jam setelah itu ayah Monang meninggal dunia. akhir yang mengesankan pembaca, karena salah satu unsur pembentuk cerpen yang baik adalah akhir yang berkesan.
            Penulis juga mengingatkan kita kembali akan kematian, lewat ayah Monang yang meninggal dunia dengan cara yang mendadak.

            Jika dibandingkan dengan cerpen ‘robohnya punden desa kami’ ternyata cerpen ini memiliki beberapa kesamaan. Yang pertama menceritakan bagaimana masyarakat yang percaya pada adat nenek moyang begitu menentang masuknya ilmu, sehingga terus terkungkung dalam kebodohan. Tak disangka-sangka diakhir cerita salah satu tokoh berpengaruh didesa meninggal dalam keadaan yan mengenaskan, begitu pula dengan cerpen nyanyian terakhir yang pada akhirnya ayah Monang meninggal dunia secara mendadak.

Related Posts:

0 comments: