Rabu, 07 Januari 2015

Menunggu



Geudega boineyo
Nae mamsong dan han saram
Geteorog geuriwo han
Geudega boineyo
Boiji anayo na
Ddeuliji anayo nemaem
.........
(shin she kyung_i’ll be wait)

                “Cemana lah coba sya entah cemana si Rozi itu, udah aku sms yang kayak semalam tapi gak di balasnya tau! Menurut mu itu kenapa?” Dengan ekspresi yang nggak kalah lebai sama pemain drama sekolah kami.
                “Dia sibuk kali, kan dia dah bilang dia mau ujian. Ya udahlah yun..yun... ngapain sih orang kayak gitu, diinget-inget bikin capek perasaan aja. Lagian kaupun sukanya orang aneh-aneh kemarin yang ada lekongnya, sekarang orang Afghanistan. Peninglah. Jawabku lagi dengan jawaban yang sudah diucapkan berkal -ikali karena pertanyaannya pun berkali-kali
                Itu lah kelen aku itu memang seleraku aneh-aneh, unik gitu. Jawab yuni dengan bangga sambil tertawa .
                “Iyalah tu” Jawabku, mai dan leni hampir bersamaan.
                “Eh cemana ujian kelas kelen?” Tanya ku mengalihkan percakapan.
                “Biasa. Contek-contekan”  Jawab yuni sambil mencibirkan mulutnya.
                “Aku udah kuisi-isi aja, gak tahu tinggalkan” jawabku
                “Leni terisi semua... jawab Leni dengan perasaan bangga atas kelihaiannya memindahkan jawaban. Dengan strategi alo-alon asal kelakon, diantara kami memang dia patut disebut pencontek berdarah dingin.
                “Aku memang ada kunci, tapi gak berani nengok” Sela mai
                “Untuk apa ujian ngabis-ngabisin kertas yaakan?” tanyaku.
                Hening
                Sepertinya kami berempat telah habis bahan pembicaraan. Lebih tepatnya  Yuni habis bahan percakapan karena biasanya dia yang selalu memulai. Kami berempat yang duduk selonjoran di serambi kelas sibuk denagn pikiran masing masing. Sementara Mai yang raut mukanya kecut saja hari ini, ya biasa masalah uang memang bisa mengubah air muka seseoramg. Sepertinya dia sedang berpikir bagaimana cara melunasi hutangnya. Lain dengan Leni dia sedang sibuk BBMan dengamn pacar barunya. Kalau Yuni pastinnya dia galau, dan mungkin berpikir bagaiman cara dekat dengan Rozi sang afghaninst .
Sementara aku lebih suka melihat-lihat tingkah-tingakh lucu teman-temanku yang lain disekitar kelas, dan saat aku mengedarkan pandangan kearah jalan menuju lapangan dua tepatnya di samping koperasi aku melihat sesosok tubuh yang kukenali, caranya tersenyum berjalanberbicara. Pedenya. Ya dia orangya yang belakangan ini semakin besar frekuensi kehadirannya dalam ingatanku, menggangguku tentang kenangan bersamanya dulu. Tanpa ampun hampir merusak akal sehatku, bayangkan saja sebulan yang lalu aku mengesmsnya, denagn berpura-pura seperti salah sambung mengingatkan tentang PR fisika. Ya lagi-Lagi setiap awal pembicaraan atau pertemuanku dengannya diawali dari FISIKA. Dan merasa aneh denagn smsku dan nama yang sma denagn namannya maka dia memabalas smsku.
Fisika? Yang mana ya?
Dapat balasan  sms darinya jantungku hampir loncat. Sangkin senagnya dengan balasannya. Yang ditulis dengan tangannya. Oh. Aku hampir gila. Aku simpan pesan tersebut di arsip.
Tapi  aku juga takut ketauan. Aku tak mungkin mengatakan siapa diriku. Oh sungguh memaliukannya. Maka aku balas.
Maaf salah sambung.  Jwabku sambil mengutukli diri menyesali akan ketololan dan kelemahanku.
Beberapa detik kemudian pesan masuk dari nomor yang sama lagi.
Maaf ini siapa ya?
Ya allah. Aku pucat , tanganku dingin.  Apa dia perasaan ya kalau ini aku. Kalau sampai dia tahu habislah aku.
Dan aku tidak punya nyali untuk  membalasnya dengan kebohongan sekali pun apalagi kejujuran takkan kulakukan.
Mengingat kebodohan ku itu semakin tak berani aku bertemu atau bahkan berpaspasan dengannya. Memalukan banget.
                Kulihat rombongannya berjalan menuju arah kelas kami. Dan aku masih tidak percaya. Sumpah aku kaget setengah mati, dan sebenarnya sedikit senang, jujur sebenarnya aku juga kangen sama dia. Ternyata ingatan-ingatan tentangnya yang membrendel beberapa hari ini adalah untuk hari ini.
                Aku nggak bisa nguasain diriku. Untuk orang pertama yang tingkahku jadi benar-benar nggak cool banget, aku mendadak grogi, susah bernapas, jantungku berdegup kencang, ada perasaan aneh yang terasa, masih seperti  dua tahun yang lalu, saat dia lewat di depan kelasku, saat berpaspasan dijalan denganku, saat nunggu balasan chatku. Oh, semua masih sama, dan jujur aku sebenarny a rindu masa –masa itu.
                “Wee itu kan kak marik!” Tanya ku seolah-olah tidak percaya dengan apa yang kulihat.
                “Iya, ngapain orang tu ya?” Tanya Yuni tak berselera
                “Paling mau promosi” Jawabku pura-pura santai.
                “Promosi kok waktu ujian ya?” Tanya Yuni dengan nada khasnya yang selalu ngajak gaduh.
                “Ntah tu” Jawab mai singkat. Sementara aku mengakat bahu dan berpur a-pura bloon. Padahal senang.
                “Emang dia kuliah dimana sih?” Tanya yuni
                “Di ITB. Ambil jurusan arsitektur” Jawabku cepat.
“We... orang itu makin dekat kesini”  Aku makin nggak bisa menguasai diriku. Mungkin karena kesenangan. Atau entahlah. Kalau dibilang senang bertemu dengannya toh selama ini aku selalu mencoba menghindar. Umpanya ada acara-acara di organisasi dulu  aku selalu menghindar kalau ada dia.
                “We...wee...” rengekku seperti menngis ketakutan, dan  jantungku makin nggak bisa di kompromi lagi.
“Biasa aja napa?” Tungkass yuni
“Iya” Sambung Mai
Aku bangkit berdiri. Aku pergi kekelas lah, udah masuk sana kelen orang itu mau promosi tu! Selaku mencoba menutupi kebodohanku.
Melihatku yang muali bangkit berdiri, Yuni meresepon. “udah sini aja kenapa!”
“Aku masuklah nanti orang tu mau masuk tu”  jawabku sambil berjalan pura-pura tenang menuju kelas Dalam hati aku terus mengucap. Astagfirullahhaladzim. Berulang-ulang. Ketika aku sampai di meja ku aku  masih terus mengucap, dan terasa lebih tenang, lalu apa? Aku tersenyum. Ada yang salah denganku.
Melihat tampangku yang aneh, tiba-tiba msuk langsung duduk, kawanku sekelas langsung bertanya denagn wajah yang begitu dramatis, dengan matanya yang melotot dan bertanya “sya datang guru ya?”.
Aku hanya menggeleng sambil masih tersenyum konyol
“Ada kunci sya?”.
“Aku hanya menggeleng lagi”.
“Ada kunci sya?”.
Aku tidak mengerti apa yang ia pikirkan terhadapku, mungkin ia pikir aku terganggu msalah pendengaran, atau gagu atau apalah. Jelas-jelas aku sudah menggelengkan kepalaku. Oh tuhan. Baiklah.  “Nggak ada ah”. Aku terpaksa mengeluarkan suara emasku. Yang sengaja kututup rapat agar tidak keluar mengganggu senyumku untuk detik-detik ini.
Setelah duduk menunggu kedatangan promosi universitas itu, atau lebih tepatnya kak Marik. Tapi ia wajah nya tak kunjung muncul.
Ada apa gerangan?
Aku keluar kelas melirik kesekitar kelas lain, dia nggak ada. Mungkin masih promosi di kelas lain, aku masuk lagi kekelas. Setelah menunggu beberapa menit dia masih juga belum datang. Padahal jam -istirahat sudah hampir berakhir. Tak mungkin guru pengawas akan membiarkan mereka masuk saat ujian sepererti ini.
                Mai datang kekelas. Mengajakku menemaninya menemui pegawai TU utnuk menanyakan perihal data pendaftaran SNAMPTN. Kami keluar kelas. Dan sosok yang ditunggu-tunggu sedang mengobrol denagn teman-teman sekelasku.
                Aku pura-pura cuek, walau sekilas ku lirik juga soalnya, banyak perubahan ternyata pada wajah nya . sepertinay mai tertarik denagn percakapan mereka. Aku menarik-narik tangan Mai, menahannhya agar jangan mendekat dengan mereka atau pun berinteraksi. Padahal sebenarny aku ingin melihatny asebentar lagi saja. Tapi aku mencoba sekuat tenaga melawan itu.
Dan akau berhasil. Aku berjalan dengan mencoba sesantai-santainya dan berusaha terlihat secuek-cueknay. Mungkin aku berhasil. Tapi hatiku tidak.
                Ketika pulang dari kantor ternyata dia telah masuk kedalam kelas kami. Dia telah berdiri di depan kelas dengan gayanya yang masih gak jauh beda dengan hampir 3 tahun lalu saat pertama kali aku mengenalnya di acara MOS.
                Oh tuhan. Jantungku kembali berdegup kencang, napasku sesak. Aku nggak tahu deh gimana ekspresiku saat ini, kumohon jangan seperti orang bodoh. Diam-diam aku menghembuskan napas mencoba untuk rileks. Kulihat dia menghentikan promosinya sebentar.
“Duluan lah mai! Usulku
Setelah Mai berjalan duluan aku mencoba mengimbangi ny dari sebelah kiri mencoba menjauh dari kontak dengannya. Setelah duduk di bangku, dia datang memberi selembaran.
“Makasih! Ucap mai
Sementara aku memilih diam, berlagak cuek.
Dia  kembali berbicara di depan
“Di sini siapa saja yang berminat masuk arsitektur?” Tanyanya.
Beberapa temanku unjuk tangan, teman-teman dekatku langsung menyela “Anisya...anisya...”
“Apaan sih , gak harus digembar-gemborkan kali. Protesku dengan mulut yang dimonyongkan.
Kulihat dia melirik ke arahku, “ kamu juga?” Tanya nya pelan. Aku mengangguk. “ 5 orang ya dikelas ini, kalauu  mau nanya-nanya tentang  fakultas arsitekturnya  ITB bisa langsung kealamat website yan ada di selebaran aja. Atau mau nanya ma kakak juga boleh”.
“Minta no hp nya lah kak” seru temannya teman perempuanku yang belakangan kini ku tahui adalah fans kakak ini.
“Wooo.....woooo... nita...nita...”  Teman-teman sekelas menyoraki anita dan di ikuti embel-embel ala anak binjai lainnya.
Aku hanya tersenyum-senyum saja melihat kelakuan mereka grogiku pun mulai turun, kulirik sedikit kearahnya dan ternyata dia juga tengah melirik kepadaku, cepat-cepat ku tarik pandanganku, dan kelihatannya diapun cepat-cepat mengalihkan pandangan.
Kemudian di berhenti berbicara di gantikan temannya yang lain, dia duduk di bangku guru, yang kebetulan berhadap-hadapan dengan mejaku, dan jaraknya yang begittu dekat dengan ku. Oh tuhan rasanya aku ingin lari bersembunyi dalam palung laut paling dalam. Ku coba menata perasaanku mencoba secuek-cueknya, mengingat alasanku menjauh agar sifatku lebih mantap.  Ku beranikan diri mengangkat kepalaku yang dua tahun lalu tak mampu aku  angkat saat jarak yang dekat dengannya. Dan oh tuhan, dia tersenyum padaku. Menyebalkan sekali, senyumnya itu seperti senyuman orang polos tak bersalah, orang yang tidak merasa sama sekali bersalah. Aku tidak tahu apa aku harus membalas senyum memuakkan nya itu atau berlalu seperti ikan teri, tanpa ekspresi, atau seperti ikan pari dengan wajah sebegitu cueknya.
Belum sempat aku memutuskan ekspresiku. Dia bertanya. “apa kabar sya?, baik-baik aja kan” tanyanya.
APA? baik-baik aja, baik-baik aja setelah kau pergi tanpa kejelasan, setelah kau sukses menguasi otakku dengan dirimu, mengacak-acaknya mengkorsletkannya, namun kau tak jua pergi dari sana, setelah ku pukul-pukulkan kepalaku pada tembok kamar namun kau juga tak pergi dari sana sampai aku terserang penyakit Marik kronisme tingkat  99, namun kau tak juga pergi yang alhasil sekarang aku seperti penyair yang tak pernah sukses karena kadar penghayatan yang terlampau mengawan yang tak terjangkau oleh otak-otak abad 21.
“Baik”. Akhirnya kata-kata itu yang keluar dari mulutku singkat dan tidak tepat. Kata-kata yang begitu sulit ku ucapin. Dan sangat benar benar tidak menggambarkan penderitaanku selama ini.
Bel masuk ujian telah dibunyikan promosi terpaksa di hentikan.
Kak marik dan teman-temannya beberes barang-barang mereka.
“kakak pergi ya sya, assalamualaikum, jaga diri!” ucapnya kearahku, hanya kearahku. Oh tapi kenapa hanya aku.
“waalaikum slam, jawabku. Kakak juga jaga diri” bisikku pelan saat dia telah membalikkan badan.
“Cie... kak marik...” goda Mai, yang aku pun gak tahu dari mana dia tahu tentang cerita kami, yang jelas-jelas tak ada satu orang pun yang tahu.
“Apaan sih?, emang kalo itu kak Marik kenapa? , Sotoy deh!” Elakku
“Kau ada apa sih memangny sama dia ?” kayaknya beda banget.
“Nggak ah  sotoy aku masih mencoba menggelak”
Aku ini soal cinta cuy udah pengalaman, jgn kan aku orang yang udah pacaran aja bisa tahu, kalau cara kau mandang dia cara dia mandang kau itu udah beda.
Enggak ah..pokoknya enggak... orang kami biasa aja kok, aku pun biasa. Sergahku jengkel.
Detik-demi detik yang berlalu nggak ada luput dari pikiranku wajahnya. Cuman wajahnya. Nyebelin.                                                                                                                                                      
07-03-2014
Dear dairy...
Mengapa kau datang lagi
Saat aku mulai terbiasa tanpamu?
Jujur aku rindu padamu
Saat tadi kau datang kesekolah aku ingin sekali hentikan waktu
Agar bisa melihatmu lebih lama sedikit saja
Tapi enggak
Itu ngebuat aku terasa menyedihkan banget
Aku serba salah
Kau tahu ini mungkin terakhir kali aku lihat kamu
Habis ini aku kuliah, iya kalau masuk
ITB , kalau enggak, gimana jalan kita ketemu?
Aku gak bisa ngelupain kau
Tapi aku gak bisa ngejar kau, ini dilematis
Kawanku bilang sabtu kau bakal datang lagi
Bohong
Aku nunggu sampai pulang tapi kau nggak ada.

Hari-hariku awalnya terasa sangat berat, apalagi setelah adanya nomor hp yang setelah peristiwa ini menelponku, aku sangat berharap kalau itu adalah dia. Aku selalu berpikir kalau ia juga sama seperti ku. Menyimpan no nya diam-diam, melihat akunnya facebooknya diam-diam, mencari informasi terbaru nya diam-diam. Oh menyedihkannya lah diriku.Tapi ternyata hanya nomor salah sambung. Oh tuhan. Aku benar-benar kecewa. Aku dah berusaha sekuatnya untuk nahan air mataku, tapi akhirnya aku ko.
Seminggu berlalu masih sedih tingkat nasional
Dua minggu berlalu masih sama
Tiga minggu berlalu hampir pulih
Empat minggu berlalu akhirnya aku putuskan untuk seperti  empat  minngu yang lalu menunggu. Selalu menunggu, walupun aku tak tahu bagaimana jalannya kau akan datang.





Related Posts:

0 comments: