Geudega boineyo
Nae mamsong dan han
saram
Geteorog geuriwo han
Geudega boineyo
Boiji anayo na
Ddeuliji anayo nemaem
.........
(shin she kyung_i’ll
be wait)
“Cemana
lah coba sya entah cemana si Rozi itu, udah aku sms yang kayak semalam tapi gak
di balasnya tau! Menurut mu itu kenapa?” Dengan ekspresi yang nggak kalah lebai
sama pemain drama sekolah kami.
“Dia
sibuk kali, kan dia dah bilang dia mau ujian. Ya udahlah yun..yun... ngapain
sih orang kayak gitu, diinget-inget bikin capek perasaan aja. Lagian kaupun
sukanya orang aneh-aneh kemarin yang ada lekongnya, sekarang orang Afghanistan.
Peninglah. Jawabku lagi dengan jawaban yang sudah diucapkan berkal -ikali
karena pertanyaannya pun berkali-kali
Itu lah
kelen aku itu memang seleraku aneh-aneh, unik gitu. Jawab yuni dengan bangga
sambil tertawa .
“Iyalah
tu” Jawabku, mai dan leni hampir bersamaan.
“Eh
cemana ujian kelas kelen?” Tanya ku mengalihkan percakapan.
“Biasa.
Contek-contekan” Jawab yuni sambil
mencibirkan mulutnya.
“Aku
udah kuisi-isi aja, gak tahu tinggalkan” jawabku
“Leni
terisi semua... jawab Leni dengan perasaan bangga atas kelihaiannya memindahkan
jawaban. Dengan strategi alo-alon asal kelakon, diantara kami memang dia patut
disebut pencontek berdarah dingin.
“Aku
memang ada kunci, tapi gak berani nengok” Sela mai
“Untuk
apa ujian ngabis-ngabisin kertas yaakan?” tanyaku.
Hening
Sepertinya
kami berempat telah habis bahan pembicaraan. Lebih tepatnya Yuni habis bahan percakapan karena biasanya
dia yang selalu memulai. Kami berempat yang duduk selonjoran di serambi kelas
sibuk denagn pikiran masing masing. Sementara Mai yang raut mukanya kecut saja
hari ini, ya biasa masalah uang memang bisa mengubah air muka seseoramg.
Sepertinya dia sedang berpikir bagaimana cara melunasi hutangnya. Lain dengan
Leni dia sedang sibuk BBMan dengamn pacar barunya. Kalau Yuni pastinnya dia
galau, dan mungkin berpikir bagaiman cara dekat dengan Rozi sang afghaninst .
Sementara aku lebih suka
melihat-lihat tingkah-tingakh lucu teman-temanku yang lain disekitar kelas, dan
saat aku mengedarkan pandangan kearah jalan menuju lapangan dua tepatnya di
samping koperasi aku melihat sesosok tubuh yang kukenali, caranya tersenyum
berjalanberbicara. Pedenya. Ya dia orangya yang belakangan ini semakin besar
frekuensi kehadirannya dalam ingatanku, menggangguku tentang kenangan
bersamanya dulu. Tanpa ampun hampir merusak akal sehatku, bayangkan saja
sebulan yang lalu aku mengesmsnya, denagn berpura-pura seperti salah sambung
mengingatkan tentang PR fisika. Ya lagi-Lagi setiap awal pembicaraan atau
pertemuanku dengannya diawali dari FISIKA. Dan merasa aneh denagn smsku dan
nama yang sma denagn namannya maka dia memabalas smsku.
Fisika? Yang mana ya?
Dapat balasan sms darinya jantungku hampir loncat. Sangkin
senagnya dengan balasannya. Yang ditulis dengan tangannya. Oh. Aku hampir gila.
Aku simpan pesan tersebut di arsip.
Tapi aku juga takut ketauan. Aku tak mungkin
mengatakan siapa diriku. Oh sungguh memaliukannya. Maka aku balas.
Maaf salah sambung. Jwabku
sambil mengutukli diri menyesali akan ketololan dan kelemahanku.
Beberapa detik kemudian pesan
masuk dari nomor yang sama lagi.
Maaf ini siapa ya?
Ya allah. Aku pucat , tanganku
dingin. Apa dia perasaan ya kalau ini
aku. Kalau sampai dia tahu habislah aku.
Dan aku tidak punya nyali
untuk membalasnya dengan kebohongan
sekali pun apalagi kejujuran takkan kulakukan.
Mengingat kebodohan ku itu
semakin tak berani aku bertemu atau bahkan berpaspasan dengannya. Memalukan
banget.
Kulihat
rombongannya berjalan menuju arah kelas kami. Dan aku masih tidak percaya.
Sumpah aku kaget setengah mati, dan sebenarnya sedikit senang, jujur sebenarnya
aku juga kangen sama dia. Ternyata ingatan-ingatan tentangnya yang membrendel
beberapa hari ini adalah untuk hari ini.
Aku
nggak bisa nguasain diriku. Untuk orang pertama yang tingkahku jadi benar-benar
nggak cool banget, aku mendadak grogi, susah bernapas, jantungku berdegup
kencang, ada perasaan aneh yang terasa, masih seperti dua tahun yang lalu, saat dia lewat di depan
kelasku, saat berpaspasan dijalan denganku, saat nunggu balasan chatku. Oh,
semua masih sama, dan jujur aku sebenarny a rindu masa –masa itu.
“Wee
itu kan kak marik!” Tanya ku seolah-olah tidak percaya dengan apa yang kulihat.
“Iya,
ngapain orang tu ya?” Tanya Yuni tak berselera
“Paling
mau promosi” Jawabku pura-pura santai.
“Promosi
kok waktu ujian ya?” Tanya Yuni dengan nada khasnya yang selalu ngajak gaduh.
“Ntah
tu” Jawab mai singkat. Sementara aku mengakat bahu dan berpur a-pura bloon.
Padahal senang.
“Emang
dia kuliah dimana sih?” Tanya yuni
“Di
ITB. Ambil jurusan arsitektur” Jawabku cepat.
“We... orang itu makin dekat
kesini” Aku makin nggak bisa menguasai
diriku. Mungkin karena kesenangan. Atau entahlah. Kalau dibilang senang bertemu
dengannya toh selama ini aku selalu mencoba menghindar. Umpanya ada acara-acara
di organisasi dulu aku selalu menghindar
kalau ada dia.
“We...wee...” rengekku seperti
menngis ketakutan, dan jantungku makin
nggak bisa di kompromi lagi.
“Biasa aja napa?” Tungkass yuni
“Iya” Sambung Mai
Aku bangkit berdiri. Aku pergi
kekelas lah, udah masuk sana kelen orang itu mau promosi tu! Selaku mencoba
menutupi kebodohanku.
Melihatku yang muali bangkit
berdiri, Yuni meresepon. “udah sini aja kenapa!”
“Aku masuklah nanti orang tu mau
masuk tu” jawabku sambil berjalan pura-pura
tenang menuju kelas Dalam hati aku terus mengucap. Astagfirullahhaladzim. Berulang-ulang. Ketika aku sampai di meja ku
aku masih terus mengucap, dan terasa
lebih tenang, lalu apa? Aku tersenyum. Ada yang salah denganku.
Melihat tampangku yang aneh,
tiba-tiba msuk langsung duduk, kawanku sekelas langsung bertanya denagn wajah
yang begitu dramatis, dengan matanya yang melotot dan bertanya “sya datang guru
ya?”.
Aku hanya menggeleng sambil masih
tersenyum konyol
“Ada kunci sya?”.
“Aku hanya menggeleng lagi”.
“Ada kunci sya?”.
Aku tidak mengerti apa yang ia
pikirkan terhadapku, mungkin ia pikir aku terganggu msalah pendengaran, atau
gagu atau apalah. Jelas-jelas aku sudah menggelengkan kepalaku. Oh tuhan.
Baiklah. “Nggak ada ah”. Aku terpaksa
mengeluarkan suara emasku. Yang sengaja kututup rapat agar tidak keluar
mengganggu senyumku untuk detik-detik ini.
Setelah duduk menunggu kedatangan
promosi universitas itu, atau lebih tepatnya kak Marik. Tapi ia wajah nya tak
kunjung muncul.
Ada apa gerangan?
Aku keluar kelas melirik
kesekitar kelas lain, dia nggak ada. Mungkin masih promosi di kelas lain, aku
masuk lagi kekelas. Setelah menunggu beberapa menit dia masih juga belum
datang. Padahal jam -istirahat sudah hampir berakhir. Tak mungkin guru pengawas
akan membiarkan mereka masuk saat ujian sepererti ini.
Mai datang kekelas. Mengajakku
menemaninya menemui pegawai TU utnuk menanyakan perihal data pendaftaran
SNAMPTN. Kami keluar kelas. Dan sosok yang ditunggu-tunggu sedang mengobrol
denagn teman-teman sekelasku.
Aku
pura-pura cuek, walau sekilas ku lirik juga soalnya, banyak perubahan ternyata
pada wajah nya . sepertinay mai tertarik denagn percakapan mereka. Aku menarik-narik
tangan Mai, menahannhya agar jangan mendekat dengan mereka atau pun
berinteraksi. Padahal sebenarny aku ingin melihatny asebentar lagi saja. Tapi
aku mencoba sekuat tenaga melawan itu.
Dan akau berhasil. Aku berjalan
dengan mencoba sesantai-santainya dan berusaha terlihat secuek-cueknay. Mungkin
aku berhasil. Tapi hatiku tidak.
Ketika
pulang dari kantor ternyata dia telah masuk kedalam kelas kami. Dia telah
berdiri di depan kelas dengan gayanya yang masih gak jauh beda dengan hampir 3
tahun lalu saat pertama kali aku mengenalnya di acara MOS.
Oh
tuhan. Jantungku kembali berdegup kencang, napasku sesak. Aku nggak tahu deh
gimana ekspresiku saat ini, kumohon jangan seperti orang bodoh. Diam-diam aku
menghembuskan napas mencoba untuk rileks. Kulihat dia menghentikan promosinya
sebentar.
“Duluan lah mai! Usulku
Setelah Mai berjalan duluan aku
mencoba mengimbangi ny dari sebelah kiri mencoba menjauh dari kontak dengannya.
Setelah duduk di bangku, dia datang memberi selembaran.
“Makasih! Ucap mai
Sementara aku memilih diam,
berlagak cuek.
Dia kembali berbicara di depan
“Di sini siapa saja yang berminat
masuk arsitektur?” Tanyanya.
Beberapa temanku unjuk tangan,
teman-teman dekatku langsung menyela “Anisya...anisya...”
“Apaan sih , gak harus
digembar-gemborkan kali. Protesku dengan mulut yang dimonyongkan.
Kulihat dia melirik ke arahku, “ kamu
juga?” Tanya nya pelan. Aku mengangguk. “ 5 orang ya dikelas ini, kalauu mau nanya-nanya tentang fakultas arsitekturnya ITB bisa langsung kealamat website yan ada di
selebaran aja. Atau mau nanya ma kakak juga boleh”.
“Minta no hp nya lah kak” seru
temannya teman perempuanku yang belakangan kini ku tahui adalah fans kakak ini.
“Wooo.....woooo... nita...nita...” Teman-teman sekelas menyoraki anita dan di ikuti
embel-embel ala anak binjai lainnya.
Aku hanya tersenyum-senyum saja
melihat kelakuan mereka grogiku pun mulai turun, kulirik sedikit kearahnya dan
ternyata dia juga tengah melirik kepadaku, cepat-cepat ku tarik pandanganku,
dan kelihatannya diapun cepat-cepat mengalihkan pandangan.
Kemudian di berhenti berbicara di
gantikan temannya yang lain, dia duduk di bangku guru, yang kebetulan
berhadap-hadapan dengan mejaku, dan jaraknya yang begittu dekat dengan ku. Oh
tuhan rasanya aku ingin lari bersembunyi dalam palung laut paling dalam. Ku
coba menata perasaanku mencoba secuek-cueknya, mengingat alasanku menjauh agar
sifatku lebih mantap. Ku beranikan diri
mengangkat kepalaku yang dua tahun lalu tak mampu aku angkat saat jarak yang dekat dengannya. Dan oh
tuhan, dia tersenyum padaku. Menyebalkan sekali, senyumnya itu seperti senyuman
orang polos tak bersalah, orang yang tidak merasa sama sekali bersalah. Aku
tidak tahu apa aku harus membalas senyum memuakkan nya itu atau berlalu seperti
ikan teri, tanpa ekspresi, atau seperti ikan pari dengan wajah sebegitu
cueknya.
Belum sempat aku memutuskan
ekspresiku. Dia bertanya. “apa kabar sya?, baik-baik aja kan” tanyanya.
APA? baik-baik aja, baik-baik aja
setelah kau pergi tanpa kejelasan, setelah kau sukses menguasi otakku dengan
dirimu, mengacak-acaknya mengkorsletkannya, namun kau tak jua pergi dari sana,
setelah ku pukul-pukulkan kepalaku pada tembok kamar namun kau juga tak pergi
dari sana sampai aku terserang penyakit Marik kronisme tingkat 99, namun kau tak juga pergi yang alhasil
sekarang aku seperti penyair yang tak pernah sukses karena kadar penghayatan
yang terlampau mengawan yang tak terjangkau oleh otak-otak abad 21.
“Baik”. Akhirnya kata-kata itu
yang keluar dari mulutku singkat dan tidak tepat. Kata-kata yang begitu sulit
ku ucapin. Dan sangat benar benar tidak menggambarkan penderitaanku selama ini.
Bel masuk ujian telah dibunyikan
promosi terpaksa di hentikan.
Kak marik dan teman-temannya
beberes barang-barang mereka.
“kakak pergi ya sya,
assalamualaikum, jaga diri!” ucapnya kearahku, hanya kearahku. Oh tapi kenapa
hanya aku.
“waalaikum slam, jawabku. Kakak
juga jaga diri” bisikku pelan saat dia telah membalikkan badan.
“Cie... kak marik...” goda Mai,
yang aku pun gak tahu dari mana dia tahu tentang cerita kami, yang jelas-jelas
tak ada satu orang pun yang tahu.
“Apaan sih?, emang kalo itu kak Marik
kenapa? , Sotoy deh!” Elakku
“Kau ada apa sih memangny sama
dia ?” kayaknya beda banget.
“Nggak ah sotoy aku masih mencoba menggelak”
Aku ini soal cinta cuy udah
pengalaman, jgn kan aku orang yang udah pacaran aja bisa tahu, kalau cara kau
mandang dia cara dia mandang kau itu udah beda.
Enggak ah..pokoknya enggak...
orang kami biasa aja kok, aku pun biasa. Sergahku jengkel.
Detik-demi detik yang berlalu
nggak ada luput dari pikiranku wajahnya. Cuman wajahnya. Nyebelin.
07-03-2014
Dear dairy...
Mengapa kau datang lagi
Saat aku mulai terbiasa tanpamu?
Jujur aku rindu padamu
Saat tadi kau datang kesekolah aku ingin
sekali hentikan waktu
Agar bisa melihatmu lebih lama sedikit saja
Tapi enggak
Itu ngebuat aku terasa menyedihkan banget
Aku serba salah
Kau tahu ini mungkin terakhir kali aku lihat
kamu
Habis ini aku kuliah, iya kalau masuk
ITB , kalau enggak, gimana jalan kita
ketemu?
Aku gak bisa ngelupain kau
Tapi aku gak bisa ngejar kau, ini dilematis
Kawanku bilang sabtu kau bakal datang lagi
Bohong
Aku nunggu sampai pulang tapi kau nggak ada.
Hari-hariku awalnya terasa sangat
berat, apalagi setelah adanya nomor hp yang setelah peristiwa ini menelponku,
aku sangat berharap kalau itu adalah dia. Aku selalu berpikir kalau ia juga
sama seperti ku. Menyimpan no nya diam-diam, melihat akunnya facebooknya
diam-diam, mencari informasi terbaru nya diam-diam. Oh menyedihkannya lah
diriku.Tapi ternyata hanya nomor salah sambung. Oh tuhan. Aku benar-benar
kecewa. Aku dah berusaha sekuatnya untuk nahan air mataku, tapi akhirnya aku
ko.
Seminggu berlalu masih sedih
tingkat nasional
Dua minggu berlalu masih sama
Tiga minggu berlalu hampir pulih
Empat minggu berlalu akhirnya aku
putuskan untuk seperti empat minngu yang lalu menunggu. Selalu menunggu,
walupun aku tak tahu bagaimana jalannya kau akan datang.
0 comments:
Posting Komentar