Selasa, 16 Juni 2015

kecewa


            Hari itu untuk kedua kalinya aku mengikuti pengajian yang diadakan oleh salah satu organisasi dikampus, pemateri luar biasa dari organisasi mereka, sebut saja ia sholeh (nama samaran).
             Dengan percaya diri dan tanpa rasa takut soleh menyampaikan argumentasinya disertai dengan dalil-dalil. Ia mampu mempertahankan pahamnya, mematahkan argumen yang dianggapnya menyimpang, dan menjawab semua pertanyaan tanpa ragu.
            Tema pembahasan umum hari ini adalah perihal kesesatan salah satu organisasi kampus. Tanpa rasa takut sedikitpun diraut wajahnya, ia menyampaiakn segala hal buruk yang dianggapnya menyimpang. Padahal golongan yang dianggapnya menyimpang itu lebih banyak dan lebih eksis dikampus dari pada golongan mereka.
            Dia cerdas. Tidak banyak bicara. Berani membela kebenaran. Setidaknya itu yang kusaksikan dari dirinya. Sebagai mahasiswa biasa, dia orang tercerdas yang pernah aku kenal, orang pertama yang membuatku bertepuk tangan keras dengan sunggingan senyum puas, ketika dia berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk orang awam sepertiku mengerti. Dia orang terpintar yang kulihat selama aku kuliah di UIN-SU. Kagum. Aku mengaguminya kecerdasannya. Dia langka. Aku berharap ia menjadi penegak kebenaran, pembasmi akidah yang terseok di kampusku pada khususnya, mulai hari itu aku berharap banyak padanya.
***
            “kemarin kalian ikut pengajian ******?” tanya teman sekelasku pagi itu
            “iya kenapa?”
            “siapa yang ngomong?” tanyanya lagi
            “bang Soleh, kenapa?”
            Dia tak menjawab, hanya senyum-senyum saja. Ada yang disembunyikan nih. Pikirku.
            Selang beberapa saat ia bertanya lagi. “Gimana dia, kalian bahas apa?”
            “Keren, pintar dia orangnya, kami bahas *** gitu,”
            Dia hanya mengangguk. Kemudian bertanya lagi. “dia bilang *** menghalalkan bersentuhan antara laki-laki dan perempuan ya?”
            “iya...” jawabku sambil menjelaskan panjang lebar.
            “dia sering ngantarin aku pulang loh”
            Sontak aku terdiam, heran, nggak percaya sama yang aku dengar, “Apa?”
            “Iya, dia sering ngantarin aku pulang, ya macam cowok-cowok biasa, dia pernah megang tangan aku”
            “Hah? Iya?” tanyaku lagi.
            “tengok sendiri chatnya sama aku kalo nggak percaya, Munafik dia itu, didepan kalian ya kek gitu, bilangin jangan gini jangan gitu, dia sendiri begitu” ucapnya.
            Ketika mendengar pengakuan seperti itu, hal pertama yang aku rasakan, adalah tidak percaya, lalu ketika mendapati kenyataannya memang seperti itu, timbullah rasa kecewa.
            Seperti itulah warna-warni kehidupan. Saat kita bergaul didunia luar. Ada dua kemungkinan yang terjadi, baik dan buruk. Tentunya perasaan akan menambah warna dari sekian banyak kenyataan yang kita alami. Dari sekian banyak perasaan itu, kecewa jadi salah satunya. Kecewa muncul saat kita menaruh pengharapan terhadap seseorang. Tingkat kekecewaan bisa sangat bervariasi, tergantung sebesar apa pengharapanmu. Manusia adalah tempat segala sumber kesalahan, dan ketidak sempurnaan.
            Diriwayatkan dalam sebuah hadist dari Imam Ahmad:
“Janganlah kalian merasa kagum dengan seseorang hingga kalian dapat melihat akhir dari amalnya. Sesungguhnya ada seseorang selama beberapa waktu dari umurnya beramal dengan amal kebaikan, yang sekiranya ia meninggal pada saat itu, ia akan masuk ke dalam surga, namun ia berubah dan beramal dengan amal keburukan. Dan sungguh, ada seorang hamba selama beberapa waktu dari umurnya beramal dengan amal keburukan, yang sekiranya ia meninggal pada saat itu, ia akan masuk neraka, namun ia berubah dan beramal dengan amal kebaikan. Jika Allah menginginkan kebaikan atas seorang hamba maka Ia akan membuatnya beramal sebelum kematiannya.”
.





           

           

           
           

           
           
           
           

Related Posts:

0 comments: