Jumat, 01 Januari 2016

Keajaiban itu milikku

Mungkin ini yang dirasakan tunawisam yang tidak mempunyai rumah, atau orang-orang yang diusir dari kontrakannya karena tidak sanggup membayar uang sewa. terlebih-lebih lagi ketika tidak memiliki siapapun orang yang bisa dimintai pertolongan. terlunta-lunta ditengah keramaian yang syarat akan gemerlap, tapi kamu merasa sendirian.

Malam itu kali pertamaku keluar untuk makan-makan dengan teman-teman. Kurang lebih Pukul 23.20 malam itu aku sampai di kos ku, hal yang ku khawatirkan ternyata menjadi kenyataan. Pintu kos telah tertutup rapat dan rumah ibu kos sudah senyap. dua orang duduk diteras-teras rumah penduduk, gang sempit dan sepi itu semakin menyeramkan ketika aku memanggil-manggil ibu kos namun tak kunjung ada sautan, dan semakin horor ketika aku terus saja memanggil bahkan menggedor namun tetap senyap dari dalam. Menyaksikan tidak ada reaksi orang dari balik pintu aku terburu beranjak pergi, berpura-pura tidak melihat dua orang yang berjongkok disisi-sisi gang. Kemudian mempercepat langkahku meninggalkan gang yang syarat kehororan itu.

Dan tibalah aku terbengong dipinggir jalan, meski masih ketakutan namun lumayanlah, pikirku saat itu, daripada meski menunggu didepan kos, sama saja aku membunuh diri sendiri.

pikiranku sudah tidak tenang, pikiran-pikiran buruk sudah menghantui, bagaimana jika ibu tidak pulang aku harus tidur dimana, bagaimana jika ada orang jahat, dan lain sebagainya, ditengah kekalutan dan kesendirian itu kucoba berpikir jernih, kuperiksa handphone ku barangkali masih sanggup untuk sekedar meng-SMS ibu kos, namun aku tidak punya pulsa yang cukup, satu-satunya cara adalah membeli pulsa, aku mengecek tas sandangku merogoh-rogoh uang recehan disana, dan ah...aku punya masalah baru, aku tidak punya cukup uang untuk membeli pulsa. aku memang membawa uang pas-pasan saat itu. aku kalut, rasanya ingin menangis, ditengah keramaian dan hingar bingar malam tahun baru itu, ditengah banyaknya manusia yang berlalu lalang tiada satupun yang kukenal apalagi untuk membantuku.

Aku masih berdiri diantara warung kelontong dan counter pulsa, seperti orang yang sedang menunggu sesuatu, ya, menunggu keajaiban dan aku tahu pasti wajahku terlihat sangat kacau.

Aku membuka handphoneku lagi harapanku cuman satu mamakku (tulangku/ pamanku) aku bisa mengirimnya pesan lewat obrolan, memintanya mengirimkan pulsa untukku atau sekedar menelepon ibu kosku. Dia memang orang yang sampai saat ini yang selalu menolongku saat susah. Aku sangat yakin jika ia mengetahui keadaanku seperti ini dia akan menolongku. Alhasil hampir 10 menit aku menunggu namun tidak ada balasan, apakah dia sudah tidur ? biasanya dia tidur lama pikirku. Dan baru sekarang aku sadar bahwa mamakku tinggal di Bali perbedaan waktunya berkisar 2 jam. dan benar saja dia sudah tertidur dan tidak membalas pesanku. dan Hallo mana ada counter pulsa yang berbuka dijam segini. aku semakin kalut dan ketakutan. Aku patah hati.

Hampir setengah jam aku menunggu ditepi jalan menggantungkan harapan barangkali ibu kos lewat, namun karena aku adalah orang yang percaya keajaiban aku memutuskan untuk kembali mengecek, barangkali ibu kos sudah pulang. aku menyusuri jalanan, beberapa anak lelaki berdiri-diri dipinggir jalan, saat jalan menuju kedepan tadi aku sempat diganggu oleh satu diantaranya, jadi aku putuskan untuk menggunakan senjata ampuhku, "ayat kursi" aku membacanya sepanjang jalan. sampailah aku di gang kos kami, tak berani masuk sepi sekali, aku mengintip sedikit, orang-orang itu masih di sana.

Aku berdiri disana menunggu keajaiban, hampir putus asa, sepi dan gelap disini, sudahlah pikirku, "aku kembali saja kedepan terlalu gelap disini," aku membalikkan badan, berbalik dengan lemas dan putus asa selayaknya pencinta yang dikhianati kekasihnya, dan tada.....ibu kosku muncul dengan keretanya tepat saat aku sudah berbalik arah dan putus asa. Keajaiban memang milik orang-orang yang percaya keajaiban itu ada, dan aku percaya itu keajaiban itu salah satunya adalah milikku.



Related Posts:

0 comments: