Ada saatnya kamu tak bisa berucap,
karena kamu pikir semua akan lebih baik tanpa membagi masalah. tapi tak semudah
yang dikira. Tak seremeh itu. Kamu meski menyembunyikan wajahmu berkali-kali. Terkadang
bahumu kau balik kebelakang, menata senyummu, seolah kau tak pernah merasa
apa-apa.
Bersembunyi terus menerus bertahun-tahun
terkadang melelahkan juga, bagaimana bisa seorang manusia bahkan tak punya
seorang yang bisa kau ajak menangis bersama. Sebenarnya mereka ada, namun kau
tak bisa memperlihatkan betapa rapuhnya kau, betapa sering tak lelap tidurmu,
betapa kau tak ingin terlihat betapa lemahnya kau tanpanya. Berpura-pura kuat
sambil berteriak, “pergi saja” sambil memohon.
Banyak yang ingin kau tentang, namun
terpaksa kau lupakan, banyak yang kau sesalkan namun tetap menelan, banyak yang
kau ingin katakan tapi tertahan, bertahun-tahun. Melihat orang yang paling
berarti dalam hidupmu, jelas-jelas terluka, kau ingin melarikannya pergi. Namun
kakimu tak sampai. Kau hanya memeluknya, kemudian menumpuk luka itu,
berhari-hari berbulan-bulan, bertahun-tahun.
Kau ingin berteriak jelas-jelas
berteriak, didadamu penuh sesak. bahkan tak kau pikir lagi dirimu sendiri.
mungkin kau benar-benar muak, sampai kau memutuskan untuk pergi, berharap
ketika kembali keadaan tidak semenyedihkan ini. tapi kau temui kenyataan yang
bersimpangan. Menenggelamkan harapanmu. Sekarang
kau harus menggali, dan sementara mengubur ambisi-ambisimu, membebaskannya,
menyunggingkan senyumnya, menambal lukanya.
0 comments:
Posting Komentar