Selama libur panjang aku sempat membantu mamak membuat mie
ayam. Aku diperkenalkan lagi pada teman lama yang hampir kulupakan si Tepung,
si adonan, si ayam dan sejumput bumbu-bumbu dapur.
Aku memang tidak jago membuat adonan, apalagi membuat mie
yang bagus, merebusnya, kemudian
mengangkat, menyincang ayam mengkombinasikan rempah-rempah sesuai perintah Bos
Mamak, meski terkadang aku suka memberi masukan yang aku sendiri tidak
sepenuhnya paham.
Selain membuat mie Ayam untuk santapan orang lain, hal yang
paling baik dari itu semua adalah mencobanya, lebih dari sekedar mencobanya.
Menjadi penjual Mie membuatmu sebagai pencinta mie tentunya merasakan percikan
kesenangan sementara, bagaimana tidak seorang pencinta mie sepertiku kecuali
mie tiaw, dipertemukan dengan kesenangannya. Tapi kesenangan itu rupanya Cuma
sementara. Padahal kalau dipikir-pikir aku ini maniak mie, semenjak aku SMP,
mie jadi pilihan utamaku saat pergi kekantin, kekedai, warung makan dan
sejenisnya. Hampir setiap hari aku makan mie. Begitu juga masa SMA, meski
berusaha sekeras tenaga untuk menghentikannya, alhasil aku hanya bisa
menguranginya. Sampai aku berpikir, mungkin aku memang tidak bisa lagi berpisah
dengan mie.
Bermesraan dengan mie sekian lama, rupanya membuat seorang
maniak mie sepertiku menjadi bosan, terutama mie ayam. Hal itu semakin terasa
saat aku kembali ke Medan. Aku yang paling sedikit makan mie ayam atau mie
lainnya 1 kali seminggu kini melihat kedainya saja aku tak berselera. Yah ada
saatnya kau juga akan jenuh terhadap sesuatu, dan kau ingin mencari sesuatu
yang baru.
Itu yang terjadi padaku, mungkin pada milyaran manusia
dibumi ini, mencintai sesuatu kemudian setelah memilikinya merasa bosan dan
mengabaikan, alhasil mencari yang baru dan begitu seterusnya. Hingga
keserakahan menguasai diri, membunuh sendi-sendi kemanusiaanmu. begitulah pada
hakikatnya manusia yang selalu tak pernah puas. Ini hanya perkara mie ayam yang
cuma sebatas lidah, bukan koruptor yang menyeret rakyat tertatih-tatih, atau
lintah darat yang menghisap darah si miskin, bahkan mafia yang menebas tuntas
hamanya. Tapi apapun ceritanya hidup ini kayak mie ayam ya ?, kalau bosan cari
yang lain karena ia Cuma sebatas lidah.
Ustadzku pernah bercerita, “makanan, kesenangan dunia ini
cuman sebatas rasa, sebatas lidah, kalau lapar bisa makan, kalau haus bisa
minum, kalau rindu bisa bersua. Sudah begitu saja. Tapi kau akan bisa bahagia
jika, hatimu penuh dengan kesejukan, cinta dan kerinduan padan-Nya, bahkan saat-saat tersulit dihidupmu akan terasa
nikmat ”.
Jadi hidup itu kayak Mie Ayam kan?
0 comments:
Posting Komentar