Minggu, 28 Februari 2016

Hidup Itu Kayak Mie Ayam


Selama libur panjang aku sempat membantu mamak membuat mie ayam. Aku diperkenalkan lagi pada teman lama yang hampir kulupakan si Tepung, si adonan, si ayam dan sejumput bumbu-bumbu dapur.
Aku memang tidak jago membuat adonan, apalagi membuat mie yang  bagus, merebusnya, kemudian mengangkat, menyincang ayam mengkombinasikan rempah-rempah sesuai perintah Bos Mamak, meski terkadang aku suka memberi masukan yang aku sendiri tidak sepenuhnya paham.
Selain membuat mie Ayam untuk santapan orang lain, hal yang paling baik dari itu semua adalah mencobanya, lebih dari sekedar mencobanya. Menjadi penjual Mie membuatmu sebagai pencinta mie tentunya merasakan percikan kesenangan sementara, bagaimana tidak seorang pencinta mie sepertiku kecuali mie tiaw, dipertemukan dengan kesenangannya. Tapi kesenangan itu rupanya Cuma sementara. Padahal kalau dipikir-pikir aku ini maniak mie, semenjak aku SMP, mie jadi pilihan utamaku saat pergi kekantin, kekedai, warung makan dan sejenisnya. Hampir setiap hari aku makan mie. Begitu juga masa SMA, meski berusaha sekeras tenaga untuk menghentikannya, alhasil aku hanya bisa menguranginya. Sampai aku berpikir, mungkin aku memang tidak bisa lagi berpisah dengan  mie.
Bermesraan dengan mie sekian lama, rupanya membuat seorang maniak mie sepertiku menjadi bosan, terutama mie ayam. Hal itu semakin terasa saat aku kembali ke Medan. Aku yang paling sedikit makan mie ayam atau mie lainnya 1 kali seminggu kini melihat kedainya saja aku tak berselera. Yah ada saatnya kau juga akan jenuh terhadap sesuatu, dan kau ingin mencari sesuatu yang baru.
Itu yang terjadi padaku, mungkin pada milyaran manusia dibumi ini, mencintai sesuatu kemudian setelah memilikinya merasa bosan dan mengabaikan, alhasil mencari yang baru dan begitu seterusnya. Hingga keserakahan menguasai diri, membunuh sendi-sendi kemanusiaanmu. begitulah pada hakikatnya manusia yang selalu tak pernah puas. Ini hanya perkara mie ayam yang cuma sebatas lidah, bukan koruptor yang menyeret rakyat tertatih-tatih, atau lintah darat yang menghisap darah si miskin, bahkan mafia yang menebas tuntas hamanya. Tapi apapun ceritanya hidup ini kayak mie ayam ya ?, kalau bosan cari yang lain karena ia Cuma sebatas lidah.
Ustadzku pernah bercerita, “makanan, kesenangan dunia ini cuman sebatas rasa, sebatas lidah, kalau lapar bisa makan, kalau haus bisa minum, kalau rindu bisa bersua. Sudah begitu saja. Tapi kau akan bisa bahagia jika, hatimu penuh dengan kesejukan, cinta dan kerinduan padan-Nya, bahkan  saat-saat tersulit dihidupmu akan terasa nikmat ”.

Jadi hidup itu kayak Mie Ayam kan?

Related Posts:

0 comments: