![]() |
devianart |
Perahu yang kamu gunakan satu siang di bawah cercaan anak-anak
hujan yang menggelimang membentuk genangan yang mengangkut tubuhmu diatas
perahu kayu lengkap dengan dayungnya. Apa kamu kesakitan, anak-anak hujan memang
sedikit keterlaluan kali ini, menghunjam tubuhmu dengan rindu yang bertubi-tubi
dari belah bumi bagian sini, mereka itu sudah jengah dengan cerita-cerita yang kueluhkan pada langit mendung, kalau saja kita lebih dekat masa itu,
pastilah kau sering melihatku menatap langit biru lalu berbisik pada anak-anak
hujan yang liar menyusup sampai masuk kamarku. Aku membuat perjanjian dengan
hujan, namun hujan ingkar, seperti hari ini ia mengguyur kantormu, mengguyurnya
dengan ceritaku, kami sebut rindu. Apa kamu menyadarinya?
Saat itu seperti yang ku tahu, Neptunus sedang menciptakan ruang
untuk kita bicara, misalnya kenapa perahu kita tidak di labuhkan saja, kenapa
tidak satu perahu saja? tapi bukankah teka-teki ini menjadi lebih menarik dan
mendebarkan, jawaban yang tergesa-gesa dan kesimpulan sangat membosankan,
bahkan aku tidak punya alasan untuk dipikirkan agar di pecahkan, tidak ada
tanya-tanya setiap pagi. Bukan berarti aku tidak menginginkan kepastian, tapi
aku masih selalu yakin Ia punya rahasia besar di balik firman-Nya, menyingkap
rasa adalah perkara waktu yang tepat, bukan perkara cepat. Menunggu jelas lebih
seru, menanti-nanti jawaban tiap doamu yang kau gema-kan di langit,
menyia-nyiakan satu bonus keajaiban dari-Nya ku pikir rugi sekali, kalau aku berharap
serbuk-serbuk ajaib-Nya yang menuntun kita. Aku dan kamu yang masih abu-abu.
0 comments:
Posting Komentar