Minggu, 04 Desember 2016

Surat Perahu-Saat hujan mengguyur kantormu

devianart
Perahu yang kamu gunakan satu siang di bawah cercaan anak-anak hujan yang menggelimang membentuk genangan yang mengangkut tubuhmu diatas perahu kayu lengkap dengan dayungnya. Apa kamu kesakitan, anak-anak hujan memang sedikit keterlaluan kali ini, menghunjam tubuhmu dengan rindu yang bertubi-tubi dari belah bumi bagian sini, mereka itu sudah jengah dengan cerita-cerita yang kueluhkan pada langit mendung, kalau saja kita lebih dekat masa itu, pastilah kau sering melihatku menatap langit biru lalu berbisik pada anak-anak hujan yang liar menyusup sampai masuk kamarku. Aku membuat perjanjian dengan hujan, namun hujan ingkar, seperti hari ini ia mengguyur kantormu, mengguyurnya dengan ceritaku, kami sebut rindu. Apa kamu menyadarinya?

Saat itu seperti yang ku tahu, Neptunus sedang menciptakan ruang untuk kita bicara, misalnya kenapa perahu kita tidak di labuhkan saja, kenapa tidak satu perahu saja? tapi bukankah teka-teki ini menjadi lebih menarik dan mendebarkan, jawaban yang tergesa-gesa dan kesimpulan sangat membosankan, bahkan aku tidak punya alasan untuk dipikirkan agar di pecahkan, tidak ada tanya-tanya setiap pagi. Bukan berarti aku tidak menginginkan kepastian, tapi aku masih selalu yakin Ia punya rahasia besar di balik firman-Nya, menyingkap rasa adalah perkara waktu yang tepat, bukan perkara cepat. Menunggu jelas lebih seru, menanti-nanti jawaban tiap doamu yang kau gema-kan di langit, menyia-nyiakan satu bonus keajaiban dari-Nya ku pikir rugi sekali, kalau aku berharap serbuk-serbuk ajaib-Nya yang menuntun kita. Aku dan kamu yang masih abu-abu.

Related Posts:

0 comments: