Kamis, 22 Maret 2018

IPYG Supporter UIN Goes to Korea



Ini berawal dari kegiatan aku mengikuti konferensi bersama rombongan Pusat studi perdamaian yang di pimpin oleh Pak Fuad. Aku berterimakasih sekali kepada Pak Fuad yang telah begitu baik, membantu kami mengurus segala tetek bengek mulai dari pasport, persyaratan, tiket, visa dan juga proposal. Aku yakin perjalanan ini tidak akan terlaksana tanpa Pak Fuad. Kemudian protokol kami dari IPYG (International Peace Youth Group) yang sangat ramah dan sabar, yaitu Jane Song aku merindukan dia dan anggotanya yang lain.
Keberangkatan
Setelah berjuang mengumpulkan berkas, mencari dana dengan susah payah, tidak terlepas juga bantuan keluarga besar aku, Bapak dan Mamak serta adik, tulang dan ujing dan lainnya. akhirnya Jumat siang kami bertolak dari kampus UIN SU dengan mengendarai taksi Online bersama delegasi yang merupakan sahabat dekat aku juga yaitu Atika Winari Putri dengan ditemani oleh Siti Rogayah dan bersama delegasi lain Siti Aysiah.
Kami beruntung siang ini tidak ada macet, sehingga jarak tempuh Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dengan, Kuala namu International Airport  bisa ditempuh dalam waktu sekitar 40 menit. Tibalah memeriksa semua bawaan dan barang-barang yang telah kami kemas. Yah cukup merepotkan, sebab aku harus menggendong ransel yang beratnya sekitar 5 kilogram dipunggung aku. Well, ini flight pertama aku dan itu langsung keluar negeri, jadi aku kurang tahu kalau bisa membawa koper jika tak memesan bagasi. Yah begitulah karena penerbangan kami memang mengharuskan transit ke KL (Kuala Lumpur) otomatis kami harus menyewa dua kali bagasi, dari Kualanamu International Airport menuju Kuala Lumpur dan kemudian menuju Incheon International Airport yang lumayan mahal bagi aku dan rombongan, akhirnya kami memutuskan untuk memesan bagasi untuk kepulangan saja, walaupun pada akhirnya kami tidak juga memesan bagasi saat kepulangan.
Setelah melalui pemeriksaan yang panjang, akhirnya kami sampai di ruang tunggu. dan tidak beruntungnya kami harus menunggu lebih lama karena keberangkatan pesawat di delay.
Sekitar jam 9 lewat beberapa menit kami pun mengantri untuk pemeriksaan tiket, sebab peswat akan berangkat. Kami akhrinya mencari seat masing-masing dan alhamdulillah seat aku dari Kuala Namu ke KL adalah yang paling ujung, dekat dengan jendela, menyenangkan meskipun sedikit deg-deg-an beruntungnya dua seat disebelah aku adalah teman-teman aku sesama rombongan, mereka adalah M.Wildan Al-Hafidz dan Ivan Suadi.
Aku sempat sedikit kaget, hingga aku memicingkan mata rapat-rapat sebab pesawat berguncang, dan memang keadaan cuaca saat itu berawan. Karena memang jarak tempuh dari Kualanamu menuju Malaysia memang hanya sekitar 30 menit, jadi sebentar saja penerbangan yang penuh goncangan itu berakhirlah sudah.
Hampir pukul 01.00 dini hari kami sampai di KL. Kembali lagi aku harus menjinjing dan menggendong ransel beberapa saat, beruntungnya ada keranjang sorong yang meringankan beban aku. Tapi benar saja, kali ini aku benar-benar menyesal dan merasa bodoh tidak menggunakan koper untuk bepergian, padahal aku sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Sampailah kami diruang tunggu, dan tidak beruntungnya ruang tunggu tidak terlalu besar jadi tidak semua bisa duduk. Padahal aku merasa lelah dan satu lagi aku lapar.
Aku dan temanku memutuskan untuk pergi mencari air panas untuk merebus mi gelas yang kami sengaja sediakan untuk mengganjal perut sewaktu-waktu kami berada didalam keadaan seperti ini. Kami melewati lorong-lorong bandara lumayan jauh juga sampai kami menemukan sebuah kran air panas gratis. Kami membuka mi gelas dan segera merebusnya dengan air panas tersebut. Setidaknya kelaparan kami sedikit tertolong.
Usai menyantap mi gelas, kami melirik jam, kita harus shalat dulu ini sebelum berangkat. Kami pun melaksanakan shalat, sebab esok pagi barulah kami sampai ke Seoul pada pukul 08.00 WIB. Hal yang tidak mengenakkan adalah saat aku masih dirakaat kedua salah satu anggota rombongan kami Bang Ivan datang memanggil kami untuk segera kembali sebab pesawat akan segera take off.
Aku yang masih melaksanakan shalat jujur merasa cemas, kalau-kalau aku ketinggalan pesawat. Aku tidak berani membayangkan penerbangan aku menuju kota seribu pesona itu akan gagal. Dalam hati aku merasa dag dig dug juga namun aku berupaya meredamnya dengan berlari-lari menuju tempat awal.
Pesawat Air Asia tumpangan kami pun akhirnya terbang bebas diangkasa. Dalam hati aku sibuk sendiri, bagaimanakah rupa Negeri Ginseng yang hanya mampu aku gambarkan lewat drama korea dan video musik yang kerap aku tonton di laptop dan televisi itu. Dalam hati aku bertanya akankah indahnya serupa dengan yang dibangun oleh pikiran aku selama ini. Aku harap ini tidak mengecewakan, sebab jika ini mengecewakan aku harus rela melepas kesukaan aku yang telah tumbuh dan tenggelam sejak aku duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. Sebaliknya jika ternyata Korea lebih memesona dibandingkan yang selama ini aku bayangkan, aku juga khawatir akan menyebabkan aku menjadi maniak. Maka aku memilih jalan tengah. Dalam hati aku bergumam sendiri, “Bijak lah hati, tanggapi semuanya dengan wajar”.
Jam di HP menunjukkan pukul 12.00, beberapa detik lagi aku resmi 21 tahun di pesawat ini. Sebuah keberuntungan besar buat aku. Menggenapkan ulang tahun aku di udara dibawah kerlap-kerlip lampu dan atap rumah orang-orang yang sedang lelap. Sebuah ulang tahun yang tak pernah aku bayangkan apalagi dicita-citakan. Entah mengapa aku lebih senang menyebutnya takdir.
Tiba di Incheon International Airport
Sebab kelelahan setelah melakukan perjalanan seharian, perjalanan malam menuju Seoul dimanfaatkan dengan sangat baik untuk istirahat. Kegirangan untuk segera menginjakkan kaki di kota itu, terkalahkan dengan rasa kantuk yang menyerang. Aku beserta teman-teman lainnya tidur nyenyak, berharap besok saat membuka mata kami telah sampai ditanah yang sampai saat ini merindukan perdamaian itu.

Matahari yang cantik mengintip dari ufuk timur, aku benar-benar jatuh cinta pada sinarnya pagi ini, awan yang bermandikan cahaya mentari membuat takjub terlebih lagi kini kami terbang diatas langit Korea. Selangkah lagi aku akan sampai ke negeri itu. Aku cuma bisa menatap diam tanpa suara, memandanginya jauh dari atas sini, sebuah negeri yang menjadi dambaan banyak remaja putri di seluruh dunia. Meskipun misi aku dan teman-teman bukanlah untuk menonton konser K-POP dan sebagainya. Bagi aku ini cukup, dalam hati aku bersyukur Allah melalu perantara Pusat Studi Perdamaian UIN Sumatera Utara memberikan aku kesempatan untuk mencari pengalaman dan pengajaran.
Beberapa saat memandangi negeri itu dari ketinggian, aku benar-benar merekamnya dengan sangat detail dikepala aku, bagaimana negeri itu memperlihatkan pegunungannya, lautannya, perbukitan, sungai, perumahan, jalan, perkebunan dan sebagainya. Semua terlihat mengagumkan bagi aku. Diam-diam Aku tidak henti-henti merasa takjub atas ciptaan-Nya. Aku semakin tidak sabar untuk menapakkan kaki di tanah negeri itu.

Pemandangan serupa miniatur dibawah sana perlahan membesar dan sedikit-demi sedikit menjelma menjadi seukuran aslinya dimataku. Tanpa sadar aku tak bisa menahan perasaan bahagia dan haru yang kini memenuhi relung hatiku, kurasa perasaanku saat itu benar-benar tergambar jelas di wajahku. Beberapa saat kemudian pesawat yang kami tumpangi pelan-pelan mendarat. Aku ingat sekali temanku, “Ini benar kita sudah sampai Korea,” yah bisa dibilang seperti mimpi, bayangkan baru kemarin rasanya kami, kesana kemari mencari sponsor, mengurus berbagai macam berkas, hampir putus asa, ditolak, diabaikan oleh orang yang diharapkan dapat mendukung. Rasa sakit itu kini berubah menjadi rasa haru yang memenuhi relung hati masing-masing delegasi mahasiswa yang berjuang mendapatkan sebuah tiket pulang-pergi.
Pesawat mendarat dengan sempurna, saatnya bergegas keluar pesawat dan melihat rupa negeri ini, begitu aku otakku memberi perintah pada tubuhku, namun melihat penumpang lain yang juga tergesa-gesa. Aku memilih untuk mengalah, agaknya mereka punya hal yang harus segera dikejar pikirku saat itu.
Sesaat setelah semua penumpang yang tergesa-gesa itu keluar, aku menarik kabin untuk mengambil barang-barang kami. Setelahnya aku keluar bersama teman-teman rombongan. Mereka kini sama tergesa-gesanya dengan orang-orang itu, kontan aku juga mengikuti. “Ayo cepat, Jane Song dan yang lainnya sudah menunggu sejak tadi, kita sudah telat,” kata Pak Fuad. Semua berjalan dengan cepat sambil menenteng barang masing-masing kemudian berjalan lumayan jauh untungnya ada eskalator yang mempermudah kami berjalan dengan bawaan yang menyusahkan. Setelah diangkut oleh kereta listrik bandara. Kami mengalami pemeriksaan paspor, beruntungnya tidak ada yang kesulitan. Kami pun keluar dengan tenang mencari protokol yang telah menunggu kami didepan bandara, seorang wanita bersetelan jas hitam memegangi sebuah kertas yang bertuliskan Abdul Rozak, Indonesia. Kami bergegas menemuinya, dia menyalami kami semua, kemudian bertanya “dimana Abdul Rozak,” kami saling berpandangan dengan teman satu rombongan lainnya, kemudian melihat kebelakang. “Bang Rozak dimana?”.
Bersambung








Related Posts:

0 comments: